Oleh: SM Doloksaribu
Iklim
Disamping kandungan air dalam tubuh yang harus dipenuhi, Lingkungan hidup kita pun ditopang sepenuhnya oleh hidrosfir (air), di samping atmosfir (udara), litosfir (tanah) dan biosfir (kehidupan lain). Kriosfir (es dan salju) menjadi komponen ke enam dari lima komponen tadi yang membentuk sistem iklim Bumi yang memelihara seluruh kehidupan. Begitu pentingnya air dengan situasi keberadaan nyata sekarang sehingga Majelis Umum PBB telah menetapkan tanggal 22 Maret sebagai Hari Air Sedunia melalui Resolusi Majelis Umum PBB, A/RES/47/193 per 22 Desember 1992.
Sejak 22 Maret 1993, dirayakan Hari Air Se Dunia dengan tema yang berubah-ubah. Tahun ini dirayakan dengan tema “Lestarikan Gletser” (Glacier Preservation), tema ini bertepatan dengan tahun Plestarian Gletser Global 2025. Untuk 2026 Hari Air akan difokuskan pada peran air dan sanitasi dalam kesetaraan gender. Tahun 2027 akan mengkaji hubungan antara air, sanitasi, dan kesehatan (UN-Water).
Pilihan tema pelestarian gletser sepintas kurang menarik buat kita, juga daerah tropis lain. Indonesia misalnya hanya memiliki sedikit gletser di Puncak Carstensz, kawasan Pegunungan Tengah Papua dan itu pun praktis sudah di penghujung keberadaannya (Kompas, 13 Desember 2024). Untuk itu kita perlu memahami peran gletser untuk dua hal, pertama penanda iklim dan kedua ketersediaan air tawar untuk kawasan tertentu. Atas dasar itu mari kita rayakan kedua hari itu sekaligus dengan tema yang sama.
Dengan memahami bahwa sesungguhnya "Air adalah Kehidupan" dan bagian kecilnya adalah manusia yang ditopang sepenuhnya oleh sistem iklim yang rumit dengan gletser sebagai indikator sensitif yang kelihatan. Maka perayaan Hari Air Sedunia, 22 Maret 2025 menjadi titik tolak, manusia yang kita sebut “Air Berjalan” itu membangun kesadaran dan memulai tindakan nyata atas perubahan iklim yang semakin nyata mengancam kehidupan, ditandai dengan meningkatnya frekwendi bencana hidrometeorologi. Sebagai pengingat, kehilangan gletser, bahaya semakin nyata mendekat***
0 Komentar