Enderson Tambunan penulis buku Sirpang Opat sebagai upaya
mengenang kampung halamannya Kota Tarutung, dengan Rura Silindung yang terkenal
dengan lagu Guru Nahum Situmorang, komponis nasional. Selain indahnya Tarutung,
juga pusat Gereja terbesar di Asia Tenggara yang kantor pusatnya di sana yaitu
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) organisasi keagamaan terbesar ketiga di
Indonesia setelah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Enderson Tambunan mengenang Rura Silindung dengan segudang
pengalamannya di masa kecil dan remaja sebelum melanjutkan kuliahnya ke Bandung
dan berlabuh meniti karir di Harian Umum SINAR HARAPAN yang dibreidel Orde Baru
dan dilanjutkan dengan Harian Umum SUARA PEMBARUAN sebagai reporter/wartawan
lapangan sampai Redaktur (Editor) sedikit banyak menumpahkan pengalamannya
meliput peristiwa selama 40 tahunan, tercuplik dalam buku ini 22 tulisan serta
40 puisi pilihan.
Dengan jumlah puisi pilihan tak bisa dipungkiri bahwa
Enderson adalah seniman, dan itu tercermin dari kesehariannya di kantor, maupun
tempatnya di komplek Sinar Kasih (Perumahan Harian Umum Sinar Harapan). Pekerja serius, telaten dan selalu
menghindari konflik dan sering memilih diam.
Suatu saat ada berita tidak tahu dalam kaitan apa, seharusnya
nama Presiden Soeharto, tetapi tertulis Seoharto. Pihak Departemen Penerangan
menelpon Redakturnya dan yang terima Enderson, ya dengan nada gusar ketakutan
dan menghubungi saya yang saat itu tugas di Sekretariat Negara meliput kegiatan
Presiden dan Wakil Presiden. Saya langsung menghubungi seorang teman juru potret
Presiden namanya Saidi, saya sampaikan “....bagaimana ini Mas? Jawabnya, ah
nggak usah ditanggapi, kasih tahu aja nama saya." Namun Enderson tetap “takut”, ya memang kala
itu selain “pisik dan psikis” yang lebih penting adalah “nasib koran dan
sejumlah orang yang dihidupinya”.
Setelah pensiun, semasih penglihatan tajam dia mengkhususkan
diri mengedit berbagai buku tokoh-tokoh seperti Dr. Arifin Siregar (mantan
Gubernur Bank Indonesia), Sabam P. Siagian (Duta Besar RI di Canberra-Australia)
dan lain-lain.
Setelah Harian Umum SUARA PEMBARUAN menggantikan SINAR
HARAPAN, tentu gonjang-ganjing tidak bisa terelakkan, saat itulah darah halus
seniman Enderson terlihat ketika dia diminta menjadi Pemimpin Redaksi.
Pemimpin Redaksi adalah posisi tertinggi di media cetak waktu
itu sebagai pemegang policy dan operasional peliputan dan pemberitaan artinya
yang bertanggung jawab penuh ke dalam dan ke luar. Namun Enderson menolak
tawaran itu dengan alasan, “Saya katakan, saya belum siap. Bukan belum siap jadi pemimpin,
tapi belum siap berhadapan dengan teman-teman. Saya khawatir diminta
memberhentikan teman. Jelas, tidak siap mem-PHK sahabat. Puluhan tahun bersahabat membuat rekan sekerja sudah
seperti saudara.”....... sebagaimana pengakuannya pada halaman 72.
Sirpang Opat mungkin akan mengingatkan kembali Rura Silindung
dengan lagu “.............endehon ma ende ni Situmorang.” Paling tidak buat
mereka yang masa remaja di Tarutung kota Wisata Rohani Salib Kasih.
Bachtiar Sitanggang.
0 Komentar