HKBP: Gereja Umat Yang Utamakan Pendidikan & Kini Hadapi Tantangan Transformasi.


Perbincangan Ephorus HKBP Pendeta Dr. Victor Tinambunan Msi yang diwawancarai Oleh Prof. Rheinald Kasali PhD, Gurubesar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

 

Transkrip sebagai berikut:

 

Rheinald Kasali:

Selain Muhammadiyah dan NU sebagai lembaga keagamaan dengan khas Indonesia, kita juga ternyata memiliki gereja Protestan Indonesia dengan nuansa khas kedaerahan dan keindonesiaan yang sangat kental. Siapa gereja itu? Itulah gereja HKBP, Gereja Kristen Batak Protestan.

 

Itulah yang menjadi banyak perbincangan dan mengapa gereja ini tetap bertahan. Usianya sudah 163 tahun. Tahun ini akan menjadi 164 tahun. Tumbuh di sekitar peradaban budaya Danau Toba dengan ciri khas orang Batak yang sangat terkenal. Lagu-lagunya, lagu orang Batak itu kan terkenal sekali ya.

Lalu kemudian juga tariannya, kemudian ulosnya, makanannya, lalu aksara dan bahasa Batak, kemudian juga bangunan Batak.

Ini juga semuanya memiliki ciri khas. Ditambah lagi dengan budaya marga dan hubungan yang sangat khas bagaimana orang Batak saling berkomunikasi satu sama lain. Orang Batak di Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang sangat berpendidikan. Tidak mengherankan di antara jumlah suku Batak ternyata persentase yang mendapatkan pendidikan tinggi adalah yang terbesar di Indonesia. Begitulah kalau kita bicara tentang orang Batak.

Bahkan sampai di rumah perubahan pun saya menghadiahi sebuah SOPO tempat gedung pertemuan untuk orang-orang Batak, Sopo Etimo. Karena mahasiswa saya banyak orang Batak, sahabat-sahabat saya juga banyak orang Batak dan saya terbiasa menyaksikan bagaimana upacara adat Batak dilakukan. Menarik sekali.

Di tengah-tengah usianya yang ke-163 dan menuju 164 tahun itu, Gereja HKBP ini ternyata juga memerlukan transformasi. Maka berkumpullah para pendeta HKBP di rumah perubahan dan kami berbicara bagaimana caranya melakukan transformasi. Dan ketika transformasi organisasi dilakukan karena terjadi perubahan-perubahan dalam masyarakat, bagaimana orang beribadah hari ini, bagaimana manusia menjadi lebih pragmatis, bagaimana manusia mempunyai hubungan yang berbeda, bagaimana teknologi mempengaruhi kehidupan, muncullah EPHORUS baru. Ini adalah pimpinan HKBP tertinggi, Dr. Victor Tinambunan yang berbicara tentang transformasi ekologis. Jadi bukan lagi sekedar transformasi ritual, bukan lagi sekedar transformasi organisasi, bagaimana mengatur manusia-manusia menggerakkan organisasi ini, tetapi juga bicara tentang ekosistem.

Seperti apa kira-kira? Oleh karena itulah maka saya menghadirkan tamu kita kali ini tokoh yang berada di belakang tahun transformasi HKBP, Dr. Victor Tinambunan Ephorus yang sekarang tengah berbicara banyak tentang transformasi ekologi termasuk kehidupan di sekitar Danau Toba alamnya, perubahannya karena penduduk semakin banyak dan ekonomi semakin bergerak. Mari kita ikuti bersama dan stay relevan. Ya, itu tadi aku enggak punya ilmunya. Kalau otak marketingnya satu, saya bukan hanya memberikan pesan, tapi juga menyeteskan kesan. Tamu saya kali ini adalah pendeta atau Ephorus Dr. Victor Tinambunan, M.Si. Selamat datang, Ephorus. Terima kasih sudah boleh hadir di rumah-perubahan. Saya senang sekali ini adalah Ephorus HKBP, gereja Protestan terbesar di Asia Tenggara.

Betul, Umatnya kalau tidak salah kalau saya baca data sekitar 4 juta lebih barangkali lebih .

 

Ephorus:

 6,5 juta, Prof. 6,5 juta.

Prof. Rheinald: Wah, berarti data yang saya baca ini sudah berubah berkembang ya 6,5 juta dan pelayanannya ada sampai ke Amerika sampai Amerika, Singapura, Singapura dan beberapa negara lain lagi ya. Luar biasa sekali. dan kita berbicara tentang transformasi dan apa yang dilihat oleh Ephorus sektor ini karena hari ini kita menyaksikan banyak terjadi perubahan dan HKBP tentu saja perlu terus juga melakukan transformasi dan ini sudah dicanangkan tahun ini tahun transformasi dikenal tahun transformasi dan senang sekali beberapa teman sudah datang ke sini dari distrik 8 dan sebagainya sering melakukan pertemuan di sini berdiskusi karena bicara tentang perubahan ya kita bicara dulu tentang orang Batak ini karena ini HKBP kan gereja Batak Protestan begitu ya. Dan menarik sekali orang Batak ini mempunyai karakter yang khas, budayanya khas dan di Indonesia ini kalau menurut Kuncara Ningrat ada enam suku asli Indonesia di antaranya adalah Nias, kemudian Batak, Toraja, Dayak. Tetapi Batak ini tetap terus melakukan upacara-upacara adat bahkan pernikahan dan juga upacara keagamaan dengan menggunakan adat Batak. Iya. bagaimana caranya yang konsistensi relevansi sehingga kemudian pada hari ini kita menyaksikan umat tetap berbondong-bondong melakukan kegiatan kerohanian secara adat. Ini kan tidak mudah ini menghadapi situasi masyarakat yang berubah.

 

Ephorus:

Nah, ini sesuai dengan keyakinan iman orang-orang Kristen Batak. Jadi kan HKBP ini usianya 164 tahun. 164 tahun berarti dari tahun 1860-an 61. Jadi, nah satu dasar pemahaman iman Kristiani HKBP bahwa Yesus itu sudah berada di tanah Batak bahkan sebelum orang Batak ada. Sebelum orang Batak ada Tuhan kami kami percaya sudah ada dia di situ. “Oh, oke.”

Baik. Jadi datang orang Batak kami percaya walaupun belum Kristen tetapi karena HKBP mengimani Tuhan bekerja di situ. Iya. Walaupun orang Batak belum kenal Tuhan, tetapi kami percaya Tuhan bekerja di tengah-tengah orang Batak. Maka nilai-nilai adat ya, nilai-nilai budaya orang Batak itu kami percaya bahwa Tuhan bekerja di situ. Ah, dalam artian belum Kristen sudah ada nilai-nilai Kristiani di dalamnya.

Nah, termasuk adat perkawinan misalkan kan intinya adat perkawinan ini memang sedikit agak rumit ya prosesnya, tetapi itu menunjukkan bahwa orang Batak berprinsip bahwa perkawinan ini sangat berharga. Jadi ya betul-betul harus dipersiapkan dengan matang. Mungkin sedikit agak rumit tetapi adab Batak itu menjunjung tinggi nilai-nilai keluarga. Itu intinya. “Iya. Iya”

Nah, kemudian Kristen datang itu tidak diabaikan. Ya, artinya nilai-nilai Kristian yang sudah ada sebelumnya di dalam adat dan budaya Batak itu tetap dipertahankan.

Prof. Rheinald: Itu kan ada istilah namanya Dalihan No Tolu. Iya, betul. Iya. Itu apa? Tiga tungku begitu ya.

 

Ephorus: Tiga tungku. Tiga tungku. Jadi ada marga Dongan tubu itu sesama marga.

 

Prof. Rheinald: Mungkin bisa dijelaskan tiga tungku itu apa? Ephorus ini dipertahankan dalam upacara-upacara. Saya lihat di situ ada Boru, ada keluarga hula-hula begitu ya. Iya. Ada hula-hula. Itu seperti apa? Karena kami kan di sini juga ada Sopo dan banyak orang Batak datang ke sini. Jadi kalau saya lihat seru juga itu ya berjam-jam itu ya.

 

Ephorus: Oh iya seru. Seru itu. Nah itu ada tiga kelompok. la ini di orang Batak yang pada waktu tertentu dia harus memposisikan diri sebagai apa dan dalam acara adat yang lain dia harus juga melihat posisinya apa di situ.

 

Prof. Rheinald: Oh berganti perannya.

 

Ephorus: Bisa. Bisa berganti. Tiga tungku ini. Satu tungku yang satu itu yang disebut dengan hula-hula. Hula-hula ya. Misalkan hula-hula kalau istri saya marga Boru Pangaribuan, maka marga Pangaribuan adalah hula-hula. Hula-hula itu saya tungku sebagai saya buru. Nah, ini saya harus hormat, saya harus melayani pada keluarga istri pada keluarga istri. Oke. Nah, kemudian yang kedua adalah Dongan Tubu. Dongan Tubu ini semarga saya Tinambunan dan kalau acara adat saya harus berdiskusi dengan ini. Enggak boleh diabaikan. Saya punya acara adat, saya harus bicara, tanya, harus betul-betul ini ada komunikasi. Nah, Boru itu tadi kalau boru misalkan saya laki-laki, ada adik saya perempuan itu boru saya, suaminya, boru saya. Kalau saya ada acara adat, dia harus bekerja melayani. Nah, tiga ini. Nah, kalau saya pindah ke satu acara yang lain, saya bisa sebagai boru pindah ke sini saya bisa menjadi hula-hula. Tergantung pada hubungannya begitu ya.

Iya. Tetapi orang Kristen Batak ini yang paling mudah memahami Tuhan Yesus yang dipercaya orang Kristen itu sebetulnya Dalihan Natolu itu sangat-sangat cocok dengan Kristologi pemahaman kami tentang Kristus karena ketiganya ada di Tuhan Yesus. Dia adalah juga sebagai tanda kutip hula-hula, pemberi berkat. Dia juga sebagai sahabat. Yesus sendiri yang bilang sahabat ya dongan tubu tadi sesama marga itu. Sesama marga itu. Jadi Yesus bilang, "Saya tidak lagi memanggil kamu murid tetapi sahabat." Nah, ini lebih mudah bagi orang Batak memahami Yesus itu sahabat sebagai dongan tubu. Tetapi juga boru yang melayani. Aku datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani. Jadi orang Batak sangat mudah mengenal Tuhan yang dipercaya karena ketiganya ada dalam satu pribadi. Mengakar dalam budaya.

 

Prof. Rheinald: Iya. Mengakar mengakar dalam budaya. Kalau saya lihat upacara itu, kalau orang muda itu beranggapan seperti apa? Kan kalau kita melihat kan sekarang orang muda ini sangat pragmatis begitu ya. Apa ada tantangan juga yang dihadapi oleh gereja menghadapi munculnya generasi baru yang lebih waktunya terbatas, mereka lebih pengin lebih simpel dan sebagainya. Kalau saya lihat upacara ini kan seru kan? Seru dalam arti kata beragam kelas tapi di dalam ruangan semuanya diperlakukan sama kurang lebih begitu.

 

Ephorus: Betul betul satu. dua ada yang mulai mengkritisi terlalu rumit, terlalu panjang ada satu dua. Tapi pada umumnya walaupun generasi muda sekarang masih tetap ikut karena ada juga yang positif dari apa orang-orang Batak ini sangat sangat hormat kepada orang tua. Sangat hormat kepada orang tua. Sangat hormat kepada. Itu sebabnya sampai sekarang kita katakan mayoritas generasi muda masih ikut karena sangat hormat kepada orang tua gitu.

 

Prof. Rheinald: Sebentar, Ephorus. Di rumah perubahan ini kami memiliki Sopo Etimo, rumah besar untuk acara adat Batak. Saya mengajak Ephorus untuk melihat walaupun tadi sudah jalan ke sana. Tetapi masyarakatnya mempunyai ciri khas bicaranya terus terus terang ya, bahkan agak tegas begitu ya. Bahkan kalaupun dia protes, dia berani sekali menyampaikan. Nah, tidak banyak suku bangsa di Indonesia yang berani berbicara terang-terangan. Suku Batak termasuk suku yang berbicaranya lugas, terang begitu.

 

Ephorus: Iya, mungkin ya latar belakang karena tanah Batak itu begitu apa namanya tidak se apa namanya ya? sesejahtera wilayah yang lain. Perjuangan berat rata-rata yang seperti itu. Mungkin ada juga pengaruh jarak jarak jauh-jauh ya antar gunung, antar bukit. Betul. Jadi bisa para pakar meneliti. Tapi satu hal walaupun orang Batak ini terus terang tegas, tapi Prof........

 

Prof. Rheinald:  Yang saya kenal orang Batak hatinya itu hatinya sahabat saya banyak sekali orang Batak ini dan sebagai pendidik saya di kampus selalu melihat orang Batak itu sekolahnya tinggi-tinggi. Ya, tidak mengherankan kalau saya lihat hakim selalu ada orang Bataknya dan itu jumlahnya tidak sedikit hakim, jaksa. Nah, kemudian saya lihat di jabatan-jabatan tertentu, pendidik, dosen itu juga banyak sekali karena mereka berpendidikan tinggi. Apa latar belakangnya sehingga orang Batak menaruh perhatian pada pendidikan? Kalau kita lihat antar bangsa itu persentase jumlah orang Batak yang berpendidikan tinggi itu kan salah satu yang tertinggi. Itu tertinggi bahkan di antara suku-suku yang lain.

 

Ephorus: Betul. Suku yang terakhir ini. Betul. Ada dua mungkin, Prof. yang setahu saya. Yang pertama sejak misionaris itu datang dulu ke tanah Batak pendidikan itu bagian integral dari misi pelayanan mereka. Jadi sekolah-sekolah mereka dirikan. Nah, apa yang kita lihat sekarang saya yakin betul itu adalah juga buah dari pekerjaan para misionaris yang dulu datang ke Tanah Batak. Selalu gereja itu berdekatan dengan sekolah. Nah, itu satu. Kemudian yang kedua ada semacam saya tidak tahu, tahun berapa mulai ada falsafah orang Batak dan ada lagunya itu dalam bahasa Batak “Anakhon ido hamoraon diau,  “anakku itulah kekayaan bagiku. Anakku itulah kekayaan yang harta yang paling berharga bagiku”.

Oleh karena itu saya betapapun beratnya saya harus berjuang untuk menyekolahkan.

 

Prof. Rheinald: Saya pernah bercerita di Instagram dan itu sempat viral. Di situ saya cerita bahwa saya pernah suatu ketika mobil saya perlu isi angin. Kemudian di situ ternyata ada bapak-bapak orang tonton itu. Nah, terus kemudian dia silakan duduk, silakan duduk. Dia kerjakan itu malam-malam yang gelap. Daerah sini dulu belum banyak ini perumahan. Lalu kemudian saya duduk di teras rumah saya ngintip ke belakang anaknya lagi belajar itu pakai lampu tempel. Lampu tempel tapi ada segelas susu di mejanya. Saya langsung berpikir, luar biasa ya orang Batak ini. Bapaknya berjuang setengah mati, bekerja sampai malam, tetapi susu tidak dilepaskan dari anak. Anak itu bisa dapat gizi yang baik agar sekolah dan di situ ada papan tulis di depan. Anak itu belajar malam hari itu dan bapaknya masih bekerja.

 

Ephorus: Saya bisa paham karena ada satu lagi kalau Prof. pernah amati rumah atas Batak khas Batak itu melengkung gitu kan mirip-mirip rumah Toraja. Jadi depannya ini ya di belakang itu lebih tinggi. Itu maknanya generasi saya harus lebih sehingga tidak mengherankan banyak orang Batak yang bekerja setengah mati agar anaknya lebih baik lagi ya.

 

Prof. Rheinald: Baik itu sangat menarik sekali. Eforus ini. Eforus ini kan memperolehi doktor di bidang ekologi. Iya. Ada transformasi ada ekologi. Mana yang lebih prioritas ekologi atau transformasi ini? Jadi ekologi bagian dari transformasi bagian dari karena transformasi sederhananya kepada jemaat kami sampaikan supaya tidak terlalu pusing mengerti apa itu transformasi ya terinspirasi dari rumah perubahan ini juga. Jadi saya bilang supaya muda warga Jemat di kampung pun memahami apa itu transformasi itu perubahan menjadi lebih baik. Menjadi lebih baik. Iya agar tetap relevan. Tetap relevan. Nah, oleh karena itu ekologi juga dengan kondisi yang kita lihat sekarang kita alami climate change. Climate change itu kalau 10 apa namanya masalah ancaman global itu ada di urutan nomor satu di atas. Nomor satu suhu bumi meningkat. Iya. Nanti permukaan saju mencair, permukaan air laut naik, laut naik bisa menenggelamkan beberapa kota ke depan. Jadi kalau transformasi kita kaitkan ekologi, bagaimana alam ini ada perubahan menjadi lebih baik.

 

Ephorus: Dan kalau bicara tentang itu tentu saja kita berkepentingan karena ada danau yang warisan dunia ini ya Danau Toba dan sempat menjadi catatan dari UNESCO karena ini warisan bersejarah dan sebagai Danau Caldera katanya UNESCO tahun 2023 mengingatkan ini jaga nih katanya terutama partisipasi masyarakat dan lain sebagainya begitu dan Danau Toba adalah salah satu danau yang sangat penting dalam sejarah karena dulu ketika meledak itu ya gunung itu seluruh bumi itu gelap dan kemudian bumi ini menghadapi musim dingin yang panjang itu menutupi awannya luar biasa sehingga kemudian matahari tidak bisa menebus bumi, bumi mengalami puluhan tahun, ratusan tahun kalau tidak salah itu ya dampaknya itu sehingga kemudian penduduk berkurang sekali karena pada saat itu terjadi perubahan tapi hasilnya adalah Danau Toba tanah yang subur ya begitu ya seperti apa transformasi yang diinginkan oleh yang dipikirkan oleh Eurorus terhadap situasi di sana terhadap ekologis di sana.

 

Ephorus: Ya kita mendengar dari apa namanya hasil-hasil studi yang juga kita alami sendiri  intinya sekarang Danau Toba saya seringkali sebutkan mungkin bisa digambarkan seperti tong sampah raksasa sebetulnya sekarang itu diperlakukan jadi kumpulan dari limbah-limbah yang ada di dalamnya semua saya kira tidak hanya satu orang bisa pribadi keluarga mungkin kelompok Ok, masyarakat. Jadi kondisinya sedang memprihatinkanlah. Kalau kondisi fisik sehat sakit, dia sedang sakitlah.

 

Prof. Rheinald: Sedang sakit dan Danau Toba itu kan bentuknya seperti cawan ke bawah begitu dalam sekali. Salah satu penyebabnya kalau saya baca dari laporan World Bank itu banyak keramba di sana. Iya. Katanya keramba itu juga turut salah satu yang mengakibatkan munculnya kerusakan-kerusakan lingkungan.

 

Ephorus: Betul. Karena kita juga menerima apa namanya? hasil studi laporan ya karena keramba ini ditumpahkan tiap hari pakan ikan tidak dikonsumsi semua sehingga itu mengapung di danau mengendap ke bawah.  

 

Prof. Rheinald: Mengendap ke bawah ya amoniya ke bawah.

 

Ephorus: Betul. Jadi ada saat-saat tertentu di mana ini semua yang mengendap ke bawah ini entah cuaca tertentu atau pemicu tertentu bisa mengakibatkan racun. Jadi sedikitnya tiga kali Prof ikan mati di danau ratusan ton. Tiga kali dalam berapa lama? dalam 10 tahun kira-kira terakhir ya. Ratusan ton ratusan ton sekali ini dalam sekali peristiwa gitu. Tapi itu diyakini karena ada perubahan apa namanya? Zat kimia yang dari bawah itu. Dari bawah. Jadi kalau ada goncangan sedikit dari bawah ini keluar naik ke atas begitu. Kemampuan Danau Toba untuk mengolah apa yang dia tampung itu tidak mampu dia mengolah. Terlalu banyak zat-zat kimia yang dikonsumsinya.

Iya. Iya. Jadi macam-macam penyebawabnya sehingga kemudian ini ekologis ini harus diperhatikan, harus diperbaiki begitu ya. Itu pesan yang ingin disampaikan kepada jemaat bagaimana pentingnya kita menjaga  keseimbangan ekologis itu. Iya. Jadi karena HKBP juga ada di Kisaran danau di tujuh atau delan kabupaten itu ada warga jemaat HKBP. Jadi secara pribadi keluarga kita ajak di samping berpartisipasi penuh membersihkan danau. Kita juga sudah kerahkan gotongroyong untuk membersihkan eceng gondok. Tapi saya dengar justru eceng gondok ini berkembang karena faktor itu. Karena banyaknya tadi pakan-pakan itu yang jadi subur dia. Jadi tidak menyelesaikan masalah seutuhnya sebetulnya tidak menyalahi matahari enceng gondok tambah banyak biasanya. Iya. Jadi sebetulnya bukan itu akar masalahnya, tapi ya itu yang bisa kita kerjakan. Jadi TNI juga luar biasa dari Medan, Pak Pangdam kerahkan anggotanya juga TNI untuk membersihkan enceng gondok dengan berat. Kami berpartisipasi membantu tetapi toh pada akhirnya yang penyebab utamanya ini yang perlu harus ditangani.

 

Prof. Rheinald: Bagaimana masyarakat adat? Kalau di Papua itu masyarakat adat di beberapa kabupaten begitu ya, saya melihat masyarakat adat terutama mama-mama Papua itu menjadi penjaga laut begitu ya. Menjadi penjaga laut dan mereka sendiri yang mengatur orang bisa didenda. Kalau menangkap ikan tertentu merusak terumbuk karang mereka bisa didenda begitu ya. Itu benar-benar pendekatan adat. Adat Batak ini kan cukup kuat. Apakah juga dilibatkan di situ masyarakat adat sehingga bersama-sama dengan gereja, bersama-sama dengan pemerintah, bersama-sama ini mencegah kerusakan-kerusakan karena ini kan penyebabnya sudah disebutkan tadi ada banyak sebab begitu ya menyatu di sana ya.

 

Ephorus: Iya. Ya, justru itu yang perlu dalam transformasi ini ya, bagaimana kearifan lokal itu bisa kita hidupkan kembali yang positif. Karena saya juga dan itu tadi di studi saya dan disertasi saya catat bahwa sebetulnya orang Batak itu punya karifan lokal bahkan sebelum kekristenan, sebelum modernisasi yang ada. Jadi misalkan di danau Prof ya waktu itu orang untuk bicara sembarangan cakap kotor, maaf di danau itu tabu. Tabu tabu. Apalagi meludah ke danau itu tabu ya. Apalagi kalau sampai buang air kecil. Itu sangat ditabukan dengan pemahaman menghargai rasa hormat terhadap danau. Jadi danau itu sebagai subjek itu dipahami hidup gitu.

Nah, kalau sekarang jangankan buang air kecil, buang air besar, Prof. Buang air besar-besaran pun ke danau itu yaitu tadi ditumpahkan dilakukan. Jadi ada juga peternakan di atas. Ada juga hutan yang di atas tadinya tumbuh subur dibabat habis. Dibabat sisa-sisa kayunya tersumbat di sungai. Jadi air juga akan kalau musim hujan langsung tumpah ke danau airbah. Kalau musim kemarau pasokan air ke danau kurang. Nah, belum lagi pakan yang tadi. Jadi itu tadi sebetulnya ya seperti Danau Toba ini diperlakukan seperti tong sampah raksasa itu memprihatinkan.

Saya pernah baca pada tahun 90-an itu ada beberapa peneliti melihat kenapa air Danau Toba surut dulu tahun '90-an begitu ya. Nah, terus kemudian salah satu studinya dilakukan oleh mantan Menteri Perindustrian seingat saya itu AR Suhud kalau tidak salah. Dia pernah mengatakan itu salah satunya ketika dulu dibikin Inalum di sana begitu ya. Ada peleburan, ada diperlukan listrik yang dalam jumlah besar. Maka bibir dari Danau Toba menuju ke Sungai Asahan itu dilebarkan oleh salah satu kontraktor. Sejak saat itu. Ini deras arusnya untuk peleburan alumina di sana. Jadi itu menghasilkan listrik begitu. Tapi air ini kemudian juga mengalami penurunan begitu debit airnya di sana. Jadi sejak tahun 90-an itu sudah terjadi sebetulnya ya ada memang kontrol di situ. Secara detailnya saya tidak tahu. Tetapi permasalahan permukaan danau ini sekarang itu lebih banyak faktor hilangnya tutupan hutan di atas. Hilangnya tutupan hutan. Buktinya sekarang dari teman-teman yang meneliti ini, tadinya ada sungai-sungai kecil itu sudah kering dan sungai-sungai yang besar debit airnya sudah berkurang karena pohon banyak. Pohon di atas sudah habis. Nah, itu tadi kalau dia musim kemarau dia sungainya kering. Kalau musim hujan banjir dan makanya kemarin ada juga di Parapat sudah kesekian kali banjir tanah longsor. Nah, itu akibat di atas sana tutupannya berkurang.

 

Prof. Rheinald: Lantas bagaimana langkah yang harus dilakukan bersama-sama dengan masyarakat adat kita supaya ee supaya bisa bersama-sama? Ini kan masyarakat juga mempunyai profesi yang sangat beragam. Ada yang kerja di sini, ada yang kerjanya jenis pekerjaan yang berbeda. Bagaimana kita mengajak mereka menimbulkan kesadaran ini supaya mencegah terjadi kerusakan yang lebih parah?

 

Ephorus: Kabar baik. Sebetulnya beberapa tahun yang lalu dan ini sangat apresiasi pemerintah pusat ya sudah menerbitkan SK hutan adat ya. Hutan adat ya. Nah, ini salah satu langkah positif dan perlu memang penyadaran ke masyarakat supaya hutan adat yang di-sk-kan ini jangan lantas malah di apa namanya diserahkan kepada orang-orang tertentu untuk ditebangi gitu. Tugas kita malah harus menambah karena proses tutupan hutan yang tadi. Nah, untuk kehidupan masyarakat sebetulnya itu tadi kalau danau ini bisa lebih baik walaupun ini harus kerja keras. Jadi, Prof. tadi singgung soal UNESCO. Iya. Itu sampai tahun ini batasnya. Jadi, batasnya tahun ini. Iya. 2023 dikasih waktu 2 tahun.

 

Prof. Rheinald: Betul. Lampu kuning katanya.

 

Ephorus: Saya sudah bertemu dengan badan ini pengelola Kaldera. Ee agak pesimis kita ini bisa dilakukan hijau. Wah. kemungkinan besar merah. Nah, masih ada kesempatan. Artinya kalau danau ini terpelihara baik, bebas dari bencana, bersih, mandi orang tidak gatal-gatal. Kalau sekarang mandi itu gatal-gatal itu. Jadi kalau dia terawat baik, turis pasti akan akan datang baik meningkat. Saya yakin bisa mengimbangi Bali dari segi alamnya saya yakin dan Toba indah sekali. Indah sekali. Indah sekali. Tapi kenapa enggak diminati itu tadi dia sudah tercemar, kotor, rawan bencana. Nah, ini harus memang semua berpartisipasi. Penduduk setempat kelompok masyarakat, perusahaan, semua sektor semua sektor, sektor industri, pariwisata, penduduk, sektor transportasi, masyarakat, pemerintah, semua harus kerja sama. Nah, kalau ini baik pulih satu juta saja turis mancanegara datang per tahun ya. Itu sudah memberi banyak berkat itu bagi masyarakat di sana.

Tetapi kalau kita bicara tentang tadi itu ya masyarakat itu kan hidup dari keramba-keramba mengapung itu masyarakat atau para pengusaha itu yang saya tahu lebih banyak ini dari perusahaan. Perusahaan ada juga memang punya penduduk. Memang waktu beberapa tahun terakhir ini ada menurun sedikit.

Dan itu setahu saya usahanya Pak Luhut Binsar Panjaitan tempo hari. Iya, ada berkurang. Dan kita perhatikan pun kalau kita dari Parapat menuju Siantar pinggir jalan itu kelihatan kita tidak tahu entah yang di tempat tersembunyi ya, tetapi secara kasat mata memang ada pengurangan walaupun masih tetap seperti yang tadi, danau belum mampu untuk mengolah sisa-sisa yang sudah ada di bawah itu. Yang sudah ada di bawah dan yang ditambah terus sampai sekarang. Jadi, beliau menaruh perhatian sehingga jumlah keramba itu berkurang. kurang.

 

Prof. Rheinald: Jadi beliau melakukan apa di sana?

 

Ephorus: Ya. Ee karena perizinan mungkin ada beliau kan kemarin menteri sebagai Menko di sana sebagai Menko ya tentu punya akses untuk ini semua untuk mendukung pariwisata juga di sana.

 

Prof. Rheinald: Keramba-keramba ini kan tentu harus dikurangi semakin dikurangi. Masyarakat kan sangat menyukai ikan Mas dari Danau Toba ini.

 

Ephorus: Nah itu juga persoalan Prof. Kalau begini terus itu kemarin-kemarin yang tiga kali yang mati ikan itu ikan mas, Prof? Ikan emas. padahal orang Batak itu juga ikan mas bagian dari adat loh. Bagian dari adat. Itu yang saya tekankan ke teman-teman. Kalau dulu Ihan ini sebelum ikan emas punah. Sekarang adat jadi ikan emas. Coba kalau nanti ikan emas juga punah, masa ikan lele menjadi upacara adat. Jadi ini peringatan dan kita perlu saling mengingatkan ya bahwa itu adalah bagian dari adat yang perlu kita jaga dan untuk itulah jangan berlebihan begitu kan.

 

Prof. Rheinald: Iya betul. Jangan berlebihan sehingga kemudian kita bisa jaga kelestariannya, kebersihannya dan tentu saja ini akan mendatangkan tamu lebih baik menciptakan nilai tambah yang lebih besar di sana.

Iya. Lapangan kerja akan terbuka itu pasti. Kemudian kalau kita lihat partisipasi masyarakat sudah bisa digerakkan ini kan tentu perlu ada transformasi juga nih masyarakat ini cara bekerjanya, pola pikirnya dan tentu saja sekarang muncul gereja-gereja yang karismatik, gereja-gereja yang mengajak umatnya kalau beribadah tuh riang gembira dan lain sebagainya. Sementara yang gereja Protestan begitu ya yang tenang begitu liturginya terstruktur begitu ya. Iya. Itu ee suasananya berbeda. Iya. Bagaimana gereja merespons perubahan seperti ini? Karena masyarakat kan sekarang menjadi lebih interaktif, hidupnya lebih berwarna ya, caranya juga lebih berbeda begitu.

 

Ephorus: Bagaimana kita menyesuaikan terhadap transformasi digital dan munculnya generasi baru yang berbeda sekali. Teknologi digital, HKBP juga mengakui ini sebagai anugerah Tuhan. Itu resmi ya pernyataan ada anugerah Tuhan. Anugerah Tuhan. bukan sesuatu yang dianggapnya mengganggu ya, tetapi anugerah Tuhan. Iya. Dan sebagai anugerah Tuhan kita menggunakannya sebaik-baiknya untuk itu tadi transformasi perubahan. Nah, soal ibadah gitu ini yang perlu kami tekankan tidak perlu membandingkan. Tetapi apa yang HKBP pahami bahwa yang mau disenangkan di dalam ibadah bukan sebetulnya ego dan keinginan kedagingan kita, tapi ibadah kita yang menyesuaikan diri dengan Tuhan. Karena pemilik ibadah itu adalah Tuhan. Kita yang menyesuaikan diri dengan ibadah itu. Jadi kalau kita mau beribadah hanya untuk apa namanya? Sesuai selera kita, kita ditenangkan itu ke mall aja ya. Ya ke tempat lain sajalah kan gitu. Jadi HKBP mau menjelaskan ini ke generasi muda. Kalau ada ungkapan monoton ya sebutnya di mana pun bisa juga monoton. Tetapi ini yang kami coba dalam transformasi ini untuk menjelaskan itu makna mengapa kita beribadah seperti ini gitu. Itu tadi intinya kita yang mau menyesuaikan diri dengan Tuhan bukan terutama mau selera kita mau merasa enak sendiri gitu. Jadi berharap dengan penjelasan yang seperti ini generasi muda bisa betah di situ. Dan walaupun sebetulnya HKBP kalau di beberapa gereja di kota itu sudah menyesuaikan yang ada beda juga. Jadi kita akomodir. Ada satu hal yang juga menarik, keputusan rapat Praeses Februari 2005 ya, HKBP mengatasi penyakit sosial seperti narkoba, judi, human trafficking, dan kerusakan alam begitu ya. Ya, berarti kan ini suatu upaya yang sangat besar sekali untuk mengatasi persoalan-persoalan ini kan persoalan bangsa yang sangat luas ini ya. Human trafficking. Kalau kemudian juga masalah narkoba ini kita lihat penjara juga penuh sekali oleh mereka yang terlibat narkoba. Hampir setiap hari polisi di mana-mana menangkap itu. Bagaimana keterlibatan gereja dalam mengatasi hal seperti ini? Ya, pertama tentu penyadaran ke warga jemat kita ya. Jangan masuk ke sini. Jangan terlibat itu dulu. ya ya karena mungkin kita tidak punya kekuatan untuk menghentikannya tapi ya paling tidak orang tua, anak-anak semua kita saling menjaga diri tidak masuk ke sini. Karena salah satu keprihatinan kami juga Prof. Sumatera Utara itu kan provinsi yang paling tinggi apa kasus narkobanya. Iya di seluruh provinsi yang ada.

 

Prof. Rheinald: Oh tertinggi ya.

 

Ephorus: Tertinggi. Oleh karena itulah HKBP sangat terbeban. Jadi pertama penyadaran ya keluarga, kemudian ya kita membantu pemerintahlah bagaimana untuk mengatasinya. Jadi termasuk seruan supaya betul-betul aparat kita serius agar ya karena lebih banyak di Tanah Batak memang itu keputusan rapat Praeses  tempo hari fokus dulu untuk daerah Tapanuli Raya Sumatera Utara walaupun itu menjadi gerakan bersama di seluruh tetapi dengan semangat transformasi ini orang tua menyambut positif supaya apa namanya gereja ini betul-betul bersama-sama sama untuk menjaga generasi ini, generasi muda untuk bebas dari narkoba ini. Iya. Jadi kerusakan lingkungan itu tidak hanya masalah alam saja, danau saja, pohon-pohon dan sebagainya, tapi juga termasuk penghuninya, manusianya, sosialnya ini. Ini juga menjadi perhatian bagi gereja untuk disentuh dan harus ada penyadaran dari sekarang ya.

 

Prof. Rheinald: Betul. Dan itu saya baca Ephorus sudah mengingatkan berkali-kali kita perlu kewaspadaan, kita perlu meninggalkan kerusakan-kerusakan ini melepaskan dan perlu membangun kembali sesuatu yang menjaga ekologi ini agar lebih baik lagi. Begitu kan pesan-pesan yang disampaikan ya.

 

Ephorus: Itu pesan-pesan secara kata-kata dan juga gerakan bersama supaya tidak hanya mengatakan tetapi ikut terlibat. Kita juga bagi bibit-bibit pohon untuk ditanam. Jadi ditanam kembali kita satukan seperti motto kami doakan apa yang kamu kerjakan, kerjakan apa yang kamu doakan. Ah kalau kita mendoakan alam lestari ya kita juga ikut tangan kita untuk itu. Jadi jangan hanya berdoa tapi kerjakan.

 

Prof. Rheinald: Iya ya. Jangan hanya kerjakan tapi juga berdoa. Begitu ya. terakhir eh tentu saja tantangan kekristenan Batak ini tidak ringan menghadapi zaman yang sangat pragmatis era sekularisme ini. Semakin banyak kita rasakan apa yang perlu dipikirkan oleh jemaat dan dipikirkan juga oleh gereja dalam menghadapi situasi ini.

 

Ephorus: Ya, sejauh ini Prof. Setelah hampir 6 bulan ya periode kami ini ada harapan ya transformasi ini akan jalan dan belum lagi saya selalu tekankan ke mereka kalau kita sekarang misalkan tanah Batak 9 atau 10 kabupaten kota 3,4 juta orang itu yang masih hidup sekarang kita harus juga pikirkan generasi yang belum lahir yang mungkin jarang kita harus pikirkan. Jadi mengasihi orang lain itu kita harus pahami mengasihi manusia yang hidup sekarang dan mengasihi generasi yang belum lahir gitu. Nah, jadi melihat semangat ini sekarang paskah raya kami lakukan tiga kali ya satu kali di Medan itu dihadiri 12.000 umat. Ada paskah raya lagi perayaannya di Tarutung 5.000. Kemarin baru di Jakarta juga 5.000 orang. Semangat antusiasme warga jemaat. Ada harapan gitu untuk betul-betul kebangkitan ini kembali menyemangati warga jemaat kita dan kalau lebih bersemangat dekat dengan gereja, rajin beribadah, transformasi akan jalan, Prof. Ya, ini memang penting sekali karena banyak sekali lembaga-lembaga gereja ini hidup dalam zona nyaman ya, zona nyaman menikmati yang sudah ada tapi perlahan-lahan tiba-tiba bisa menjadi tidak relevan kalau kita mengabaikan perkembangan-perkembangan terutama bagaimana alam yang berubah ini. Dan mudah-mudahan HKBP ini bisa menjadi benchmark karena keluar dari zona nyaman dan kemudian  menjaga kelestarian ini. Karena tanah Batak ini diberkahi oleh danau yang subur sebetulnya di wilayah situ ya. Dan masyarakatnya punya banyak pilihan sekarang kalau kita lihat ada sektor pariwisata, pertanian, ada juga perkebunan dan juga ada sektor-sektor lain. Ya, mungkin satu lagi dulu karena sesudah ini kita serukan ada juga beberapa suara mengatakan pengurus HKBP berpolitik gitu. Ada suara begitu, ada suara begitu. Jadi penting juga kita garis bawahi sebetulnya gereja harus berpolitik. Gereja harus berpolitik dalam artian harus terlibat dalam usaha-usaha untuk kesejahteraan umat, untuk kebaikan alam. Nah, di situ dia harus berpolitik. Bukan berpolitik praktis, bukan masuk partai politik. Bukan masuk partai politik. Bukan berarti itu menggunakan kekuasaan. Bukan bukan. Itu sebabnya saya selalu katakan gereja berpolitik. Yes. Ya. Gereja berpolitik praktis no. Mengapa sampai timbul pandangan-pandangan demikian? Ya, mungkin itu tadi seolah-olah gereja ini harus mengurus surga. Ah, ya memang kita memang mengarah ke sana tapi kita masih di bumi ini. Masih di bumi ya. Iya. Kita memang warga kewargaan kita ada di surga. Itu di Alkitab ada. Tetapi kewargaan surga kita masih warga bumi ini.. Nah, jadi tanggung jawab kita harus sampai ke sana karena ini menyangkut kesejahteraan, kebaikan bersama gitu. Jadi mungkin juga karena ada merasa terganggu dengan seruan ini supaya kita sama-sama merawat alam dimunculkan. Jadi saya kira itu harus clear ya.

Prof Rheinad: Baik ya, terima kasih. Ini satu penjelasan yang komprehensif yang menyangkut tidak hanya masalah lingkungan, kerusakan lingkungan ini nyata di berbagai daerah. Tapi kita terus tentu harus waspada. Walaupun di situ menciptakan banyak sekali lapangan pekerjaan, tetapi jangan sampai limbahnya atau dalam ekonomi ini yang disebut sebagai eksternalities. segala sesuatu yang tidak kita inginkan kemudian kita dam, kita jadikan itu sampah kita buang berada di tengah-tengah masyarakat terlebih berada di Kaldera yang merupakan warisan alam dunia yang menurut masyarakat adat di daerah Amazon, kita ini tidak mewariskan pada anak cucu, tetapi kita justru meminjam dari mereka. Oleh karena itu, kita harus serahkan kembali dalam bentuk yang lebih baik lagi. Seperti bangunan adat Batak yang tadi disebutkan bagian belakangnya itu lebih tinggi. Di situlah keturunannya harus kita berikan tempat agar mereka bisa menjadi lebih tinggi lagi, lebih bagus lagi dan menikmati kehidupan ini. Seperti itu pesan yang mau disampaikan ya. Baik, terima kasih Ephorus dan stay relevan. 

Posting Komentar

0 Komentar