⁸Memperjuangkan Keadilan dan Kebenaran
Presiden Prabowo Subianto
21/12/2024 Headline, Kolom, Nasional
Pilkada Tidak Langsung, Mungkinkah?
WACANA sistem Pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah (Kabupaten, Kotamadya dan Provinsi) secara tak langsung
atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) belakangan ini tengah heboh
usai Presiden Prabowo Subianto melontarkan Pilkada langsung dikembalikan saja
ke sistem Pilkada melalui DPRD.
Kepala Negara yang juga Ketua Umum Partai Gerindra itu
mengusulkan wacana tersebut dalam pidatonya saat berpidato di acara puncak
Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center
(SICC), Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 12 Desember 2024.
Prabowo menyarankan agar tugas memilih gubernur hingga
bupati dan walikota diserahkan kepada DPRD saja mengingat sistem tersebut lebih
efisien dan dapat mengurangi biaya.
Masalah Pilkada dengan sistem langsung sebenarnya telah
dikritisi Prabowo dalam bukunya “Paradoks Indonesia dan Solusinya” Cetakan 3
Mei 2022, halaman 92 dengan “judul “ Kadang Pemimpin Bisa Dibeli Karena Uang
Berkuasa di Pemilihan”.
Dengan tegas ia menuliskan “Sesungguhnya taruhan kita sangat
besar. Sekarang kita merasakan bahwa masyarakat kita, bangsa kita sedang
mengalami suatu penyakit yang mendalam. Setiap unsur masyarakat kita sudah
rusak. Rusak moral, rusak mental.”
“Ya setiap unsur di masyarakat kita, setiap tingkatan
kepemimpin sudah sarat dengan sogok menyogok.
Orang yang punya banyak uang atau dimodali banyak uang bisa
membeli suara, membeli loyalitas, membeli ketaatan”.
Di bagian lain ia menyebutkan “Demokrasi sekarang adalah
demokrasi yang punya uang. Ini membahayakan demokrasi Indonesia. Ini berarti
yang punya atau kuasai uang, mereka yang menguasai kedaulatan politik
Indonesia.
Sekarang ini setiap menjelang Pilkada saat pemimpin
partai-partai di Indonesia menjaring calon pemimpin, inilah yang ditanyakan
kepada para calon yang mendaftar di partai-partai. Termasuk partai saya, Partai
GERINDRA. Yang ditanya bukan “kamu sekolahnya di mana”, bukan “ijazahmu apa”,
bukan “pengabdianmu kepada negara bagaimana?. Tetapi yang ditanyakan adalah
“kamu punya uang tidak?”
“Akhirnya, bahayanya bagi bangsa Indonesia adalah nantinya
semua akan ditentukan oleh mereka yang punya uang”, tambahnya tegas.
Jadi sebagai Ketua Umum Prabowo sendiri mengkritik
partainya, yang jelas-jelas disadarinya bahaya yang mengancam kalau sistem
sekarang dipertahankan.
Dengan pidato di HUT Partai Golkar tersebut, muncul
pro-kontra terkait wacana Pilkada melalui DPRD terus dan terus bergelombang
pasca dilontarkan wacana tersebut oleh Presiden Prabowo.
Namun hal penting yang harus selalu di ingat adalah bahwa
mengembalikan Pilkada tak langsung atau dengan sistem perwakilan melalui DPRD
dengan Pilkada langsung pro-kontra itu sudah berlangsung sejak pembentukan
Undang-undang Pilkada.
Menurut Benny K Harman dalam satu pembicaraan di
Jakarta, saat pembahasannya di Parlemen sejak awal terbelah di satu pihak
PDI-P, Partai Demokrat, Partai Hanura dan PKB mendukung Pilkada langsung oleh
pemilih.
Sementara di pihak lain Partai Golkar, PPP, PAN dan
belakangan Gerindra menolak pemilihan langsung atau mendukung Pilkada Tidak
Langsung.
Dengan proses yang panjang dan pembahasan mendalam,
sebenarnya ada peluang di akhir masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang
Yudhoyono untuk kembali kepada Pilkada Tidak Langsung, namun Pemerintah tidak
berani. Walaupun akhirnya waktu itu Fraksi Partai Demokrat sudah sampai Walk
Out dalam sidang pembahasan.
Sekarang dengan wacana setelah dilontarkan Presiden, problem
dan tantangannya semua keputusan harus melalui peraturan perundang-undangan
agar tidak menjadi masalah ke depan.
Sebab tantangan dari akademisi dan aktivis pasti keras dan
mengatakan, pilkada tak langsung sebagai jalan mundur atau bahkan menuduh
mengkhianati cita-cita reformasi.
Penolakan Pilkada tidak langsung diperkirakan datang dari
assosiasi kepala desa, assosiasi bupati dan gubernur, termasuk dari Lembaga
survei dan kalangan pengamat politik.
Namun dengan melihat kondisi real di masyarakat, gagasan dan
keinginan yang datang dari Presiden Prabowo itu perlu dipertimbangkan.
Sebagaimana hasil Taujihat Musyawarah Kerja Nasional IV
Majelis Ulama Indonesia tahun 2024. dalam pesannya kepada para pemimpin
Nasional dan Kepala Daerah, yang dikeluarkan tanggal 17 Desember 2024 yang
ditandatangani Ketua Umum KH M. Anwar Iskandar dan Sekretaris Jenderal H
Amirsyah Tambunan, dalam butir 7 menyebutkan.
“MUI mendorong Pemerintah, DPR, partai politik dan berbagai
pemangku kepentingan untuk serius menindak lanjuti ajakan Presiden agar
mengkaji ulang sistem pemilihan umum sacara langsung untuk kepala daerah dan
wakil kepala daerah.
Sistem ini dipandang banyak mendatangkan kemudharatan dan
dampak negatif, antara lain pemborosan karena membutuhkan biaya yang sangat
mahal dan maraknya money politics serta terjadinya polarisasi di tengah
masyarakat.
Tentu apa yang diserukan MUI adalah berdasarkan atas fakta
yang diserap dari tengah masyarakat termasuk ekses yang berakibat sengketa di
Mahkamah Konstitusi.
Sampai hari ini, setidaknya 240 sengketa yang masuk ke MK,
dan tidak hanya itu, dengan sistem Pilkada langsung dimungkinkan adanya Kotak
Kosong yang dianggap para pengamat sepertinya tidak bermartabat, diperhadapkan
dan menjadi pemilih hampa.
Karena Pilkada masih lima tahun lagi, maka para pihak
termasuk partai pendukung Pilkada langsung, supaya melihat kenyataan riel di
lapangan, kelihatannya masyarakat dan Parpol sendiri belum siap berdemokrasi
sebab dengan mudah diselewengkan.
Dengan niat baik memperbaiki sistem Pilkada tersebut,
walaupun ada partai yang tetap menginginkan Pilkada langsung, biarlah proses
demokrasi di DPR yang menentukan.
Koalisi Merah Putihnya Presiden Prabowo Subianto pasti
memiliki pertimbangan, tokh yang diuntungkan adalah masyarakat Indonesia juga.
Pilkada Tidak Langsung (Perwakilan) pada
dasarnya selaras dengan jatidiri bangsa Indonesia sebagaimana sila ke-4
Pancasila atau demokrasi Pancasila. (Bachtiar Sitanggang)
0 Komentar