Saat Soekarno Melawan Pengaruh The Beatles dengan Titiek Puspa

 

BERITA SATU

Jumat, 11 April 2025 | 10:25 WIB
WT
WT
Penulis: Wahyu Sahala Tua | Editor: WS
Titiek Puspa (ketiga dari kiri) dan musisi Indonesia lainnya yang tergabung dalam The Lensoist.
Titiek Puspa (ketiga dari kiri) dan musisi Indonesia lainnya yang tergabung dalam The Lensoist. (Google)

Jakarta, Beritasatu.com -  Berpulangnya Titiek Puspa pada usia 87 tahun, Kamis (10/4/2025)  bukan hanya menutup lembar kehidupan seorang seniman besar Indonesia, tetapi juga mengingatkan kembali pada satu babak sejarah penting di masa awal Republik, ketika musik menjadi alat perjuangan identitas budaya, dan Titiek adalah salah satu ujung tombaknya.

Berdasarkan penelusuran Beritasatu.com, Jumat (11/4/2025),  pada masa 1960-an masyarakat dunia dan khususnya Indonesia dihantam gelombang budaya pop Barat seperti rock and roll, jaz, cha-cha dan mambo. The Beatles merupakan salah satu grup musik yang membawa gelombang budaya pop barat tersebut.

Hanya aja Presiden Soekarno waktu itu punya pandangan lain. Ia merasa anak muda Indonesia terancam kehilangan jati diri budayanya karena musik-musik tersebut. 

Soekarno tidak tinggal diam. Ia tidak hanya mengkritik musik-musik The Beatles sebagai musik ngak ngik ngok, ia bahkan mencoba langsung melawannya dengan membuat sebuah supergrup bernama The Lensoist.

The Lensoist adalah lebih dari sekadar grup musik. Ia adalah senjata lunak Soekarno, semacam duta besar seni yang mengemban misi kebudayaan Indonesia ke panggung dunia. Di dalamnya, berdiri sederet nama besar yakni Bing Slamet, Idris Sardi, Jack Lesmana, Bubi Chen, dan tentu saja, Titiek Puspa.Titiek Puspa Meninggal Dunia. - (Beritasatu.com/Instagram)

Titiek Puspa Meninggal Dunia. - (Beritasatu.com/Instagram)

Bukan kebetulan Titiek didapuk menjadi salah satu wajah dari The Lensoist. Ia adalah penyanyi dengan suara khas, daya tarik panggung yang kuat, dan yang terpenting: ia mampu menjembatani irama rakyat dan semangat zaman.

Soekarno memercayakan Titiek Puspa karena ia tahu, kekuatan propaganda bukan hanya soal isi pesan, tapi siapa yang menyampaikannya. Dalam lagu-lagu seperti “Bersuka Ria”, yang menjadi anthem irama lenso, jawaban Indonesia terhadap dansa-dansa ballroom Barat. suara Titiek menjadi roh yang menghidupkan semangat keindonesiaan.

Lagu itu, bersama deretan lainnya seperti “Gelang Sipaku Gelang” hingga “Bengawan Solo”, dikemas dalam album Mari Bersuka Ria dengan irama Lenso yang tak hanya menjadi hiburan, tetapi juga manifestasi politik kebudayaan.

Titiek Puspa tidak hanya menyanyi. Ia berperan aktif dalam mewujudkan visi Soekarno: membawa musik Indonesia tampil bermartabat di mata dunia. Bersama The Lensoist, ia tampil di hadapan masyarakat internasional, termasuk dalam lawatan ke Amerika Serikat dan London, memperdengarkan irama lenso yang sarat makna dan akar budaya. Ia menjadi suara Indonesia, bukan hanya di atas panggung, tapi juga dalam narasi besar bangsa yang sedang mencari tempatnya di antara negara-negara besar dunia.

Kini, setelah kepergiannya, Indonesia diingatkan kembali bahwa perjuangan bisa mengambil bentuk apa pun. Untuk Titiek Puspa, perjuangan itu berbentuk nada, lirik, dan lenggok suara yang melekat dalam sejarah.

Bersama The Lensoist, ia telah menjadi bagian dari orkestra nasionalisme yang dibangun Soekarno. Titiek Puspa adalah wajah jati diri Indonesia yang setidaknya menunjukkan bahwa Indonesia bisa punya suara sendiri.

Kiprah itu yang membuat Titiek Puspa layak dihormati. Seperti testimoni Presiden Prabowo Subianto  melalui unggahan di akun Instagram @prabowo.

Prabowo mengenang Titiek Puspa sebagai “musisi legendaris dan tokoh seni yang telah memberikan kontribusi besar bagi dunia musik dan kebudayaan Indonesia.”

“Saya menyampaikan duka cita yang mendalam atas berpulangnya Ibu Titiek Puspa, seorang musisi legendaris dan tokoh seni yang telah memberikan kontribusi besar bagi dunia musik dan kebudayaan Indonesia,” demikian petikan keterangan Presiden Prabowo.

Sebuah pengakuan dari kepala negara, yang sekaligus menjadi pengingat bahwa peran seorang seniman seperti Titiek Puspa dalam membentuk wajah bangsa tidak pernah bisa dianggap kecil, terutama ketika suaranya pernah digunakan untuk menyatukan, membangkitkan, dan merayakan Indonesia.
 

Posting Komentar

0 Komentar