Teks Wawancara
Oleh:
Dr. LUHUT MP PANGARIBUAN SH LLM sebagai
Narasumber.
Pada
Podcast Sembilan
Dengan
Pewawancara: WINA ARMADA SUKARDI, SH
Advokat itu tidak dilihat dari seberapa banyak kamu punya duit, seberapa banyak kamu punya
pacar gitu. Pertanyaannya sekarang, jika kewenangan-kewenangan itu tidak di check and balances, maka akan terjadi korupsi. Nah, itulah kita mengusulkan antara lain supaya upaya paksa, penangkapan, penahan, penyitaan,
penggeladahan, penetapan tersangka tunduk pada judicial scrutiny. tunduk dan itu harus prefaktum, tidak posfaktum.
Nah, itulah, sebabnya satu kali saya menulis artikel dengan judul “tragedi
kemanusiaan”. Barang lebih berharga dari manusia. Kenapa? Kalau penggeledahan mencari barang itu harus ada izin pengadilan. menetapkan orang tersangka menangkap
dan menahan tidak perlu. Nah, itu dalam satu topik yang disebut judicial
scrutiny penuntutan selalu bilang
projustisia demi keadilan.
Hakim lebih tinggi
lagi, yaitu demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Nah, pertanyaannya
adalah keadilan apa yang mau kita
nanti suguhkan itu? Ya
dengan undang-undang itu kan dirancang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang baru. Ini merupakan inisiatif dari DPR dan diperkirakan RUU KUHAP ini ditargetkan menjadi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana selesai pada bulan Oktober
atau November. Padahal
DPR sebentar lagi akan reses.
Ada dua pertanyaan. Yang
pertama, apakah dalam waktu yang singkat bisa dikebut dengan rapi?
Dan yang kedua,
substansinya, Bagaimana
substansinya? Apakah dalam waktu singkat substansi ini dapat
dirampungkan dengan karya yang sebaik-baiknya?
Wina:
Nah, untuk membahas masalah RUU KUHAP
ini, kami kembali mengundang seorang narasumber. Beliau adalah pakar hukum pidana dan acara pidana sekaligus KeUua Umum PERADI
yaitu Dr. Luhut
MP Pangaribuan. Selamat datang Bung Luhut Terima kasih. Sebelum mulai seperti biasa saya mengingatkan podcast
9 mengingatkan “tegakkan
hukum dan berikan keadilan”. Bang Luhut apa kabar?
Luhut: Baik. Baik Bung. Terima kasih diundang.
Wina: Sibuk terus ini ya, termasuk memikirkan RUU KUHAP ya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bung Luhut ini kan sudah diajukan
ya, Anda juga sudah lihat bahkan organisasi Anda sudah mengajukan usulan overview ya. Apa yang Anda lihat dari RUU KHUAP itu. Nah, sebelumnya
saya ingin tanya dulu. Ini kan harusnya berbagai
undang-undang yang lain itu menginduk ke RUU KUHAP ini. Nah, karena kalau
dia tidak menginduk dan dibuat
lebih dahulu dari induknya, maka anak lebih dahulu lahir dari ibunya. Seperti undang-undang kepolisian, undang-undang yang lain. Nah, mungkin
sebelum menjawab yang umum ini dulu, apakah
Anda setuju sebelum lembaga-lembaga lain undang-undangnya diatur, harusnya KUHAP dulu ini yang diatur?
Luhut: Iya. Dan RUU KUHP sudah ada pada tahun 2012 yang lalu. Bahkan sudah sempat ke DPR, dan DPR sudah membahas tapi tidak selesai karena masa jabatan DPR sudah
berakhir.
Waktu itu belum ada klausula atau ketentuan carry over. Jadi kalau belum selesai maka bisa diteruskan DPR periode berikutnya ya seperti KUHP kan. Kalau KUHP kan carry over sekarang yang sudah jadi undang-undang. Nah, RUU KUHAP 2012 itu dirancang cukup lama ya, cukup lama dan sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bung Wina tadi seharusnya
dia lebih dulu karena dia menjadi induk dari sub-subsistem yang lain, sub-subsistem
yang lain dalam peradilan pidana. Tapi sebagaimana kita ketahui undang-undang
di Indonesia itu produk politik. Dengan kata
lain, pendekatan politik itu lebih berpengaruh
atau lebih besar
dari setiap undang-undang. Maka kemudian itu dilupakan RUU itu bahkan
disinggung pun tidak dengan RUU RUU KUHAP yang sekarang ini. Jadi ini baru ya.
Wina: Oh jadi RUU yang sekarang itu bukan kesinambungan dari RUU yang sebelumnya Bung.
Luhut: Bukan.
Bahkan ditengok pun enggak. Kalau karena saya lihat dalam baik dalam RUU maupun
dalam pembicaraan-pembicaraan, karena saya diundang tiga kali berturut-turut oleh pemerintah. Karena pemerintah
itu dikoordinasi oleh Kementerian
Hukum. Dalam hal ini Wamennya Profesor Edi Hiarej.
Dan pemerintah sudah membuat Daftar
Iinventarisasi Masalah (DIM). Dan kemudian ada pertemuan lengkap dengan selain aparat yang berkaitan dengan RUU itu seperti Kepolisian,Kejaksaan, Lapas juga staf ahli. Jadi ada mereka bagi staf ahli yang ikut di sana. Nah, saya diundang
sebagai advokat sebagai Ketua Uum PERADI.
Nah, kalau melihat di sana itu ada membicarakan tentang RUU. Jadi memang ini baru. Jadi betul-betul undang-undang baru. Dengan kata lain, kalau kita bangun rumah ini
rumah baruh. Jadi rumah baru. Nah, dari fondasi, dari semuanya baru, asas itu baru. Nah, oleh karena itu tepat kalau kita mulai membicarakan desainnya. Ini rumah ala apa
ini? Apakah rumah etnik? Apakah ini rumah modern? Apakah ini rumah yang sekarang
ini apa? Seperti apartemen itu
apa namanya ya? Tumbuh ke atas ya. Tumbuh dan sebagainya dan sebagainya. Jadi
konsep dasarnya jadi mulai dari fundamennya mestinya. seperti dikatakan Bung Wina tadi, memang saya dengar bulan Oktober ini sudah harus selesai ya, dihubungkan juga dengan waktunya DPR ya. Tapi yang lebih penting lagi harus sudah ada bulan
Januari 2026 pada saat berlakunya KUHP yang
baru. Karena supaya ada paralel undang-undang formil hukum dan materialnya,
pada saat yang sama masuk
akal sih di sana. Tapi memang tinggal
pertanyaannya dengan waktu yang singkat ini DPR reses kan dulu dan DPR juga reses sekarang. Akankah kita
akan mendapatkan rumah yang bagus? Ya, bangunan yang bagus. Ingat KUHAP sekarang
ini berarti umurnya 45 tahun nanti ya KUHAP yang sekarang. Jadi dengan kata lain kalau bikin undang-undang ini setidak-tidaknya 45 tahun dong. Tapi itu pun
juga tidak bagus ya
karena KUHP itu ratusan tahun ya kita
pakai walaupun undang-undang dari Belanda
kan. Wet Strafrecht. Iya. Nah,
itu ratusan tahun kan 100 berapa tahun kan gitu. Nah,
tentu ini enggak diharapkan hanya sebentar kan, tapi juga lama. Nah, pertanyaannya
sekarang dengan waktu yang singkat itu betul enggak kita akan bisa
mendapatkan undang-undang yang bagus, yang terbaik ya apalagi hukum acara pidana ini selalu saya katakan
begini, ini berkaitan dengan yang mendasar dalam hidup manusia tentang nyawa. Hukuman mati kan kita kenal terlepas
dari bagaimana pengaturannya di KUHP. Diatur di sini bagaimana
hukuman itu dijatuhkan sampai dengan hukuman mati.. Selain hukuman mati kan penjara
sampai dengan seumur hidup. Sampai kemudian juga yang
berkaitan dengan apa harkat martabat ya atau hard property kan gitu. Ini kan semua hal yang penting dalam kehidupan
manusia. Makanya dia dekat dengan hak asasi manusia.
Nah, kalau kita hanya bicarakan
sekilas, atau hanya berdasarkan komitmen-komitmen
sektoral, apakah betul keadilan yang akan kita dapat? Padahal
kan tindakan penyidikan
selalu bilang projustisia demi keadilan. penuntutan selalu bilang projustisia
demi keadilan.
Hakim lebih tinggi lagi, yaitu demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Nah, pertanyaannya adalah keadilan apa yang mau kita nanti suguhkan gitu ya dengan undang-undang ini? Itu kan pertanyaan.
Wina: Jadi kalau itu memang benar
ya. Nah, Bung Luhui kan organisasi Anda PERADI sudah
mengajukan usulan ke DPR untuk perubahan. Salah
satu yang menarik perhatian itu
namanya kok apa tidak diusulkan
namanya kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, tapi “Cipta Keadilan”
ya. Nah, itu gimana tuh background-nya tuh? Ini terasa
terus terang aja terasa aneh bukan hanya untuk orang awam tapi untuk kalangan
hukum juga.
Luhut: Betul. Jadi saya katakan bahwa hukum acara pidana ini ya jadi RUU tentang hukum acara pidana judulnya bukan tentang
KUHAP ya. Jadi judulnya tentang hukum acara pidana. Peradi dalam hal ini para advokat
Indonesia itu peduli. Karena advokat itu kan adanya adalah untuk
bagaimana negara hukum ya, bagaimana
independency of the judiciary itu bisa bertahan. Nah, oleh karena kita sangat siap. Nah, waktu itu pemerintah memberikan kepada kita daftar
inventarisasi masalah itu sudah ada ratusan artinya bahan-bahan yang akan kita bicarakan.
Nah, kita pelajari pada saat yang sama
setelah kita pelajari enggak
seluruhnya apa baik dalam arti memperbaiki. Karena kan konsepnya memperbaiki, membuat lebih baik, maka kita buat juga DIM kita serahkan. Yang
intinya begini, yang pertama meliputi tentang judul tadi yang
Bung Wina sampaikan RUU tentang hukum
acara pidana.
Nah,
sebelumnya saya sudah kritik RUU tentang KUHAP, kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Loh, sudah undang-undang kenapa hukum lagi? Padahal kan ini berkaitan
dengan pidana, asas legalitas. Undang-undang itu beda dengan
hukum. Iya. Ya, beda
dengan hukum secara sederhananya kan begitu. Jadi pilih aja salah satu yaitu Kitab
Undang-Undang Acara Pidana. Selesai. Tapi ternyata ini sekarang
tentang hukum acara pidana. Nah, kalau tujuan dari
proses penegakan hukum itu
sebagaimana selalu dikatakan oleh penyelidikan-penyelidikan projustisi atau
demi keadilan, kemudian penuntut umum mengatakan demi keadilan. Kemudian di
pengadilan. Nah, itu yang terakhir.
Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya
kan tujuannya adalah keadilan.
Jadi tujuannya keadilan lah. Kenapa
enggak bikin aja ini Undang-Undang Cipta Keadilan? Karena penyidikan itu
dalam rangka menciptakan keadilan. Kemudian penuntut umum juga menuntut dalam
rangka menciptakan keadilan.
Nah, di pengadilan memberikan
keadilan itu kepada yang memang berhak untuk mendapatkannya. Nah, usul yang begitu aja aneh. Ada yang berpikiran itu aneh. Pada bingung tuh sendiannya. Karena mungkin sudah terbiasa kuhap lah, apalah. Nah, padahal kan
kita sering berdiskusi bahwa keadilan yang akan diberikan itu bukan keadilan prosedural tapi keadilan
substantif.
Jadi keadilan materi berdasarkan kebenaran
materiil itu kan yang dibilang lah kok itu aneh. Cipta Keadilan orang
tujuannya keadilan. Jadi malah saya mau
mengatakan begini, kalau dia menolak jangan-jangan sebenarnya maksudnya bukan untuk keadilan,
tapi yang penting
diproses gitu ya. Nah, artinya keadilan prosedural dan kita tidak
mengharapkan itu. Apalagi kemarin kan 1 Juni hari lahirnya Pancasila. Dalam Undang-Undang kekuasaan kehakiman dikatakan bahwa
pengadilan ketika memeriksa perkara pertama irah-hirahnya demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tapi ketika menerapkan hukum keadilan itu berdasarkan Pancasila. Keadilan berdasar jadi kata
Pancasila itu mengkualifisir keadilan itu. Jadi dengan kata lain harus direfleksikan dong tentang
ketuhanan, religiusitas kan sila pertama. Yang kedua, kemanusiaan yang adil
dan beradab. Artinya hak asasi atau kemanusiaan. Yang ketiga persatuan
Indonesia. Artinya dalam
konteks Indonesia ini hukum itu harus menjadi
pemersatu. Makanya nanti ada hubungannya ini dengan
Kasasi Mahkamah
Agung, Judex Facsi atau upaya hukum. Jadi dia putusannya
itu yang berkaitan dengan persatuan Indonesia. Baru yang keempat
demokrasi ya. yang kelima keadilan
sosial. Jadi ini harus direfleksikan hakim di dalam
keadilannya. Jadi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Maka relevan dengan usul saya. Kenapa enggak bikin Undang-Undang
Cipta Keadilan? Memang saya tahu ada undang-undang kita yang kontroversial, Undang-Undang Cipta Kerja dengan pendekatan
Omnibus Law gitu ya. Tapi sebagai pendekatan enggak ada yang
salah. Tapi barangkali andai kata saya politisi, saya enggak akan menggunakan istilah itu
karena itu banyak
orang yang akan setuju
dan tidak setuju. Tapi yang jelas usulan itu bukan bercanda atau gagah-gagahan. Tidak. Dari penjelasan
saya terlihat polisi bilang ketika penyidikan projustia, jaksa bilang projustisia, hakim bilang demi keadilan berdasarkan jadi yang kita bicarakan keadilan
bukan proseduur.Kalau prosedur
tanpa ada substansi untuk apa? Ngapain ada pengadilan?
Berkali-kali ada yangbilang, ya itu sudah sesuai dengan prosedur tapi orang mati. Enggak boleh ditanya,
yang penting sudah sesuai dengan prosedur. Kalau orang melawan
saya tembak. Nah, tinggal tanya kan gitu ya. Apakah kemudian enggak
ada pilihan lain kecuali menembak dan orang itu mati? Ya, tapi sesuai prosedur kalau ada ancaman saya tembak kan gitu ya. Jadi sudah ada prosedurnya katakanlah di Perpol
Perkap gitu kan. Bukan itu. Tapi kenapa kamu tembak itu orang?
Apakah kamu enggak bisa lumpuhkan atau apakah kamu enggak bisa kakinya yang kamu tembak dan seterus.
Nah, itu keadilan substantif kan bukan prosedural. Jadi tidak cukup dengan mengatakan kalau ada ancaman maka saya boleh menembak
mau mati itu urusan yang lain kan enggak begitu dong sederhananya.
Wina: Nah, Bung Luhud di luar usulan nama yang mungkin banyak orang tadi dibilang nyeleneh,
tapi dari penjelasan Anda serius tuh usulannya kan. saya lihat juga lebih banyak juga menyoroti mengenai peranan, fungsi
dan perlindungan terhadap advokat. Antara lain Anda mengusulkan supaya advokat ini jelas-jelas dibuat mempunyai imunitas dalam profesinya. Bisa dijelaskan nih.
Luhut: Betul. Jadi tadi kan mengenai judul kita juga mengkritisi
mengenai considerance ya. Kita mengkritisi juga tentang ketentuan umum atau asas-asas. Nah, yang pertama tentang advokat kita juga kritisi karena advokat itu adalah subsistem
peradilan pidana tapi tidak pernah
diberikan ruang yang cukup.
Padahal kan
kemandirian, kekuasaan, kehakiman itu baru
bisa terlaksana dengan baik kalau ada profesi
advokat yang kuat. Dan
ini bagian dari konsep negara
hukum. Indonesia negara hukum. Nah, di dalam konsiderance tidak dirujuk
tentang Undang-Undang Dasar 45 Pasal 24 dan juga Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman 48 Tahun 2009. yang mengatakan
di sana bahwa peradilan itu harus terpadu. Kata terpadu
ini. Nah, terpadu
antara siapa? Yaitu dia bilang terpadu antara
fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman itu. Siapa saja? Polisi, Jaksa, advokat.
Nah, jadi harus dirujuk supaya terpadu.
Nah, baru kita turunkan lagi kepada ketentuan umum yang ditempatkan sebagai atau diposisikan dia sebagai asas. Kita kan
hukum kita doktrin doktriner istilahnya. Jadi ajaran dan ajaran itu diturunkan
ke pasal-pasalnya. Nah, di situ tentang advokat sudah dirumuskan. Selain kita kritisi juga yang lain.
Nah, adokat itu harus disebutkan dia sebagai subsistem peradilan pidana yang mempunyai
kewenangan. Nah, atau
kalau tidak disebutkan
kewenangan, disebutkan
hak, tapi di sisi lain harus ada kewajiban.. Jadi jangan menggantung seperti Undang- Undang Advokat
sekarang ini. Advokat
katanya boleh mendapatkan informasi, berhak
mendapat informasi dari instansi pemerintah. Tapi di sisi instansi pemerintah enggak disebutkan kewajiban. Jadi ini melayang-layang. Nah, itu yang selalu saya gunakan istilah
asas di dalam
RUU ini seperti layang-layang putus.
Jadi indah tapi tidak operasional di dalam pasal-pasal. Nah, itulah perlu kita kritisi.
Jadi, harus
dinyatakan bahwa advokat itu adalah subsistem dalam peradilan pidana sebagaimana Undang-Undang Dasar 45 dan Undang-Undang kekuasaan kehakiman
yang saya sebutkan
itu tadi. Dan dia mempunyai kewenangan setara dengan
penegak hukum, aparat penegak hukum yang lain. Setara itu maksudnya bukan berarti kalau dia punya penjara,
punya senjata itu sama. Enggak. Tapi di dalam fungsinya. Nah, fungsinya.
Nah, dalam konteks
ini maka di dalam pasal kami usulkan
supaya advokat itu pertama
diberikan hak untuk memberikan pendapat
dalam closing ya pada BAP. Jadi tidak hanya berita acara pemeriksaan. Jadi tidak hanya duduk diam disuruh tanda tangan. Kalau tersangka disuruh tanda tangan juga. Jadi ini sesuai dengan perkembangan zaman yang ada di Eropa sana.
Wina: Bung Luhut
tadi apa hak untuk memberikan
opini keterangan di BAP itu sesuai dengan perkembangan zaman di Eropa. Bisa dijelaskan
sedikit gitu ya.
Luhut: Jadi kalau sekarang di Eropa yaitu di Belanda, apakah itu di Spanyol ya. Nah, yang pertama BAP itu hanya pertama berhenti di kejaksaan, BAP itu nanti dasar jaksa menyusun dakwaan yang
dibawa di pengadilan. Jadi, BAP enggak dibawa ke pengadilan, yang dibawa ke
pengadilan adalah surat dakwaan. Nah, dalam BAP ini supaya nanti jaksa bisa melihat ada pendapat dari advokat di sana ya, diantumkan di sana supaya nanti jaksa bisa melihat. Nah, itu yang pertama. Yang kedua kita usulkan
juga adalah kalau ancaman pidana termasuk kategori serious crime, jadi kejahatan yang serius. Kita
juga sudah meratifikasi konvensi tentang
organized crime yang merumuskan di
situ ada serius crime, maka wajib didampingi advokat. Jadi semacam
prokuror stelling gitu ya, kewajiban advokat. Ini beda dengan bantuan hukum.
Kalau ada orang miskin maka ancaman hukumannya
4 tahun ke atas itu kan dalam KUHAP yang sekarang
itu dapat.
Nah,
kalau 15 tahun
ancamannya wajib kan begitu. Tapi itu orang miskin itu beda itu dengan profesi advokat. Karena orang
miskin itu tanggung jawab negara
bukan tanggung jawab advokat atau warga negara. Nah, tapi ini sistem untuk by system. Jadi kalau serius crime ya, maka supaya balance ya sistemnya maka wajib jadi prokuror sterling kalau istilahnya
zaman dulu ya. Jadi wajib didampingi atau mungkin ilustrasinya sama seperti
misalnya akuntan ya. Kalau orang emisi saham itu harus diaudit oleh akuntan publik kan gitu ya sebagai ilustrasi
walaupun enggak apple to Apple. Jadi ini perlu saya kira dilakukan. Nah, itu yang kita usulkan dari sisi
advokat. Dan kemudian memang di dalam tadi kan bilang bahwa konvensi-konvensi internasional itu harus dimasukkan kalau
saya enggak salah tangkap kayak CPRR, kayak
macam-macam gitu. Itu maksudnya dimasukkan dalam usulan atau bagaimana? Jadi artinya tidak sekedar disebut kalau KUHAP dulu kan hanya menyebut
disebut dia euforia. Oh. apa konvensi-konvensi internasional masuk. Karena di dalam konsiderannya disebut itu bahwa konvensi yang kita sudah ratifikasi itu menjadi acuan.
Nah, di dalam penjelasan ada tiga konvensi
yang disebutkan. Yang pertama adalah konvensi tentang
torture human degradation ada itu sudah kita
ratifikasi jadi anti penyiksaan itu istilahnya. Yang kedua, UNAc, United Nations
Against Corruption disebut baru yang ketiga ICCPR, International Covenant
on Civil and Political Right.
Nah, dulu ICCPR ini di dalam KUHAP itu menggantung makanya saya bilang seperti layang- layang putus tidak dioperasionalisasikan. Misalnya begini, di dalam ICCPR ini bahwa penahanan sebelum
di pengadilan itu tidak diperlukan. Enggak boleh dilakukan. Kecuali kejahatan-kejahatan,
kekerasan, pembunuhan dengan sadis segala macam. Kalau sekarang kan tinggal
diatur ancaman 5 tahun ke atas boleh ditahan, enggak peduli tindak pidananya apa. Kalau ancamannya 9 tahun boleh ditahan sampai 120 hari dengan perpanjangan-perpanjangan. Jadi artinya berlama-lama. Padahal di dalam ICCPR
ini sudah mengatakan penahanan sebelum pengadilan akan prejudis terhadap proses itu. Mak sense kan? He.
Makanya sering terjadi di pengadilan, sudahlah dihukum aja orang sudah ditahan nanti
dituntut lagi.
Saya punya pengalaman yang seperti itu. Jadi akhirnya demikian karena sudah ditahan ya sudah dihukum aja kan begitu. Makanya jadi prejudis ya terhadap itu.
Nah, jadi jangan lagi diulang kalau ada perbaikan RUU yang sekarang ini. Jadi harus operasional. Jadi misalnya yang anti korupsi misalnya disebutkan
: Bagaimana
penerapannya. Saya simpel aja
penerapan UNCIC United kan yang sudah
menjadi Undang-Undang 2006 nomor
7. Undang-Undang Nomor 7
tahun 2006. Teorinya kan adalah kekuasaan semakin besar dan
semakin tidak akuntabel maka akan korupsi secara absolut.
Itu kan semua meyakini itu. Pertanyaannya sekarang, jika
kewenangan-kewenangan itu tidak di check and balances,
maka akan terjadi korupsi.
Nah, itulah kita mengusulkan antara lain supaya upaya paksa, jadi upaya
paksa itu penangkapan, penahan, penyitaan, penggeladaan, penetapan tersangka
tunduk pada judicial
scrutiny. Tunduk dan itu harus prefaktum, tidak posfaktum. Jadi misalnya
polisi bilang saya sudah dua alat bukti yang sah dan meyakinkan
untuk menetapkan si X jadi tersangka. harus didisclose ke pengadilan. Hakim ya di pengadilan.
Kalau di Amerika namanya magistrates atau justice of the peace ya. Kalau di Inggris di Amerika jadi tidak diskresioner.
Jadi itu mirip juga dengan penggeledahan penyitaan kan harus izin pengadilan
enggak bisa ujuk-ujuk kecuali tertangkap tangan. Okelah itu nanti akan diatur. Nah, itulah sebabnya
satu kali saya menulis artikel dengan judul tragedi kemanusiaan. Barang lebih berharga
dari manusia. Kenapa? Kalau pengeledahan mencari barang harus ada izin pengadilan. Menetapkan orang tersangka
menangkap dan menahan tidak perlu. Nah, itu dalam satu topik yang disebut
judicial scurutiny ini. Apalagi tadi penahanan ada sekarang aneh alasan subjektif
dan objektif. Kalau ya itu yang di dalam makanya diskresioner. Sehingga salah satu
menjadi alasan utamanya adalah saya khawatir. Dan kalau saya khawatir Anda enggak boleh debat dong. Saya
khawatir melarikan diri, mengulangi tindak pidana, mengulangi
tindak pidana, menghilangkan barang
bukti. Jadi sebenarnya intinya saya khawatir artinya
diskresioner dan itulah kekuasaan yang absolut. Ini harus dipecah,
ini harus dibuat check and balances-nya, harus tunduk pada judicial fair
kan itu ya.
Karena kalau tidak ya jadi akan mudah saya nanti korupsi. Tinggal saya bilang aja saya mau tahan Anda ya. Karena
saya khawatir Anda melarikan diri maka Anda akan menyembah-nyembah dan menyodorkan duit. Nah, jadi kalau betul mau dipakai di sini, maka
harus didukung. Jadi upaya paksa seperti penangkapan penetapan tersangka penangkapan dan harus tunduk pada
judicial skrutiny. Nah, siapa yang akan
berwenang? Nah, itu jadi perdebatan
para peradilan kan. Karena sekarang yang ada pra peradilan.
Dulu kan ada HPP yang pada 2012 hakim pemeriksaan pendahuluan. Kalau mundur ke
belakang namanya hakim komisaris kan gitu ya. Ya, buat saya namanya apapun enggak ada masalah ya, tapi diberikan wewenang kepada hakim praperadilan kalau tetap dipakai itu tentang kewenangan judiciaal
scrutiny ini. Maka sebelum dia ditetapkan tersangka dengan adanya kan syaratnya
dua alat bukti. Alat bukti sah dan meyakinkan atau tidak untuk
menduga ya sebagai bukti permulaan bahwa dia adalah pelaku dicek ya. Jadi jangan dengan ekspos perkara
itu internal. Iya atasannya kan itu tapi kan polisi satu seragamnya sama tapi bukan itu reasoning
hukum ya legal reasoning-nya. Jadi harus ada eksternal ya. Nah makanya yang cocok di sini adalah judicial scrutiny
yang diberikan kepada hakim.
Wina: Nah, tadi dalam konteks
pertanyaan saya itu Anda kan mengusulkan imunitas yang
tinggi terhadap advokat yang sekarang kan gampang aja advokatnya kalau dia punya strategi anda apa menghalang-halangi apa penyidikan bisa dituduh nah kan enggak ada. Nah, bagaimana apa latar belakangnya.
Luhut: Jadi imunitasi itu boleh disebut hilir ya. Iya. Tapi hulunya
itu kan adalah soal status kewenangan dari advokat ini atau tempatnya di dalam sistem peradilan yang terpadu itu. Jadi harus dimulai
dari konsiderance kemudian di dalam ketentuan umum bahwa ini adalah
subsistem peradilan pidana.
Lapas saja subsistem
peradilan pidana apalagi advokat. Dan ini kan sudah tua profesi ini kan bahkan
mungkin juga sama tuanya atau tidak lebih tua daripada polisi kan gitu. Coba misalnya piagam
Magna Carta 121 kan gitu ya karena advokat kan kemudian akhirnya
ada di process of law kan sekarang
ini enggak boleh semena-mena menangkap. Nah, jadi itu dipastikan dulu.
Nah, yang kedua kalau dia melakukan
pembelaan jangan
sedikit-sedikit perintangan penyidikan, perintangan penyidikan, obstraction
of justice. Nah,
jadi kalau sudah jelas statusnya
mungkin itu tidak lagi boleh semena-mena obstruction of justice ini. Dan ini sudah menjadi milestone ya. Itu kasus
Yap Tiam Hin ya. Yap Tiam Hin yang saya baru launching bukunya dengan judul David and
Goliat gitu ya. ketika Pak Yap menghadapi
sistem peradilan pidana belum terpadu. Jadi itu kriminalisasi itu sama. Dan
kemudian hakim sudah memberikan kaidah hukum bahwa dalam rangka membela itu ya ada imunitas ya dari advokat
yang kemudian masuk di
dalam undang-undang advokat bahwa advokat tidak boleh dituntut karena dalam pembelaan
perkara baik di dalam maupun di luar pengadilan yang didukung oleh Mahkamah
Konstitusi.
Cuma ini di tempat di asas tidak
dioperasionalisasi di pasal- pasalnya sehingga saya katakan itu menggantung ya. Jadi para penegak hukum kan tidak menerapkan asas, tapi menerapkan pasal. Nah, asas itu penting
terhadap pembentuk undang-undang. Jadi, asas itu harus diturunkan pada pasal-pasal
dalam konteks itulah. Jadi, imunitas itu masuk di sana, tapi itu hilirnya. Tapi hulunya adalah siapa advokat? Ya, siapa
advokat? Kan kesannya kalau dalam praktik, ah advokat enggak diperlukan. Padahal
sebenarnya semua juga polisi nanti
jenderal jadi advokat. Iya. Jenderal apa?
Jadi advokat. Jadi advokat. Jadi
setelah dia menjadi advokat baru terasa oh iya ternyata salah. Anggota DPR itu sekarang
di Komisi 3 advokat banyak.
Jadi dengan kata lain kalau
dia betul-betul berpikir netral ya tidak karena katakanlah vested interest atau pesanan-
pesanan maka menurut
saya ini akan baik. Ini kesempatan emas nih sekarang membuat
yang lebih baik. ya mudah-mudahan kolega-kolega kita yang di DPR yang advokat
itu banyak dan sarjana hukum
Melihat itu sebab oke sekarang
dia berkuasa kan enggak ada yang tahu 5 10
tahun lagi dia akan berkuasa atau tidak teorinya
sih enggak dia menjadi orang biasa maka nanti dia akan
kena kepada dia kalau ini tidak dibuat
baik nah itu perlu diingatkan jadi sebenarnya tanpa kita bicara juga itu sudah otomatis mestinya karena di sana orang-orang hebat profesor
doktor yang ada di Komisi 3 itu kan hebat-hebatlah. Cuma ada yang mengatakan ya saya lupa sih namanya. Udahlah kami sudah mengerti ini semua A sampai Z
itu saya mengerti itu KUHAP saya mengerti hukum acara pidana. Jadi dengan kata lain dia menutup
itu masukan-masukan ya udahlah kamu ngomong-ngomong aja. Kalau itu yang terjadi dan itu yang dipraktikkan, maka ya kita akan mendapatkan hukum yang tidak lebih baik dari KUHAP yang sekarang
ini. Lebih baik
enggak diganti? Ya, kalau lebih baik betul ya saya enggak tahu siapa yang mengatakan
itu tapi ada dari Komisi 3. Tapi menurut
saya itu menunjukkan bahwa kelihatannya dia tidak datang dengan yang sungguh-sungguh mau mendengar kan gitu ya. Menerima masukan ya tentu nanti akan disaring ya. Tapi
masukan-masukan sekarang banyak. Itu saya mendengarkan koalisi masyarakat sipil dan kampus-kampus itu banyak sekarang
tinggal kan sekarang ruang yang tersedia.
Tapi kalau dia bilang ruang sudah ada karena
ini sudah diokupasi oleh subsistem peradilan yang lain ya sudah kita terima nasib jadinya kan gitu. Sehingga kesimpulan saya ini saya selalu
mengutip Daud Yusuf yang bagus bukunya itu Anak 3 zaman.
Kecenderungan sekarang ini adalah to have more daripada
to be more. To have more itu artinya mendapatkan kewenangan yang lebih besar, lebih besar. Bukan to be more. Menciptakan keadilan-keadilan yang lebih baik. Karena memang juga sedih ya kalau kita kan hukum inovasi-inovasi dalam bentuk penemuan hukum yang dirumuskan
di dalam yurisprudensi Indonesia hampir enggak pernah ada. Ketika kita bicara perbuatan
melawan hukum, kita masih merujuk putusan Hooge Raad.
Wina masih tentang putusan Hoog Raad
Belanda tentang perbuatan melawan hukum. Sampai sekarang saya enggak lihat
catatan kaki itu putusan-putusan Mahkamah Agung atau preseden-preseden yang dibuat aparat penegak hukum. Jadi artinya kita ini tidak inovatif, tidak
kreatif ya, tidak kemudian mendorong. Nah, itu to be more. Kalau itu yang
terjadi namanya to be more. Jadi menjadi bukan mempunyai kan gitu
ya. Beda to have more daripada to be more. Kelihatan
sih beda-beda tipis sama seperti dengan rule of law dengan rule by law kan kelihatan sama
tapi berbeda sekali.
Wina: Nah, kita
menghadapi dilema- dilema yang seperti itu sekarang.
Nah, Bung Luhut juga tadi Anda sudah jelaskan sepintas dan saya baca juga di usulan itu. Sebenarnya advokat tidak wajib memberikan
bantuan hukum. Yang wajib memberikan bantuan
hukum itu negara sebenarnya. Itu gimana tuh Bung?
Luhut: Iya. Jadi itu keliru
itu artinya dia enggak serius
membaca bantuan hukum itu
access to justice sebenarnya. Jadi akses ke pengadilan. Nah, akses ke pengadilan
itu adalah ketersediaan penasihat hukum, ya. Nah, ketersediaan penasihat
hukum itu kepada
orang miskin dan buta hukum itu adalah
kewajiban negara. Orang-orang yang miskin, terlantar, dan
seterusnya itu kan negara yang harus bertanggung jawab. Bukan advokat ya. Bukan. Ini disatukan advokat dan bantuan hukum itu keliru.
Jadi seolah-olah beban negara dibebankan kepada Advokat.
Walaupun sebenarnya itu sudah dikoreksi undang-undang bantuan hukum sekarang ini. Di mana melalui undang-undang
bantuan hukum itu sudah ada APBN yang dialokasikan untuk menolong orang miskin
yang dikoordinasikan oleh BPHN. Jadi harus itu tersendiri. Nah, kita usulkan itu tepatnya di bab tersangka dan terdakwa yang miskin. dia berhak untuk dapat bantuan hukum dan dipelihara
oleh negara yang melalui
BPHN jangan kepada advokat.
Jadi advokat ini kalau dirumuskan itu hak harus di sisi lain ada kewajiban
supaya jalan. Kalau sekarang kan Undang-Undang advokat, advokat
berhak mendapatkan informasi dari siapapun full stop. Yang lain itu merasa saya kan enggak ada kewajiban
ngapain saya memberikan kan gitu. Jadi berhak
kan hak dan kewajiban
itu harus sama. Jangankan kalau kekuasaan kewenangan. Kalau kamu
tidak laksanakan kamu kena sanksi kan begitu. Oh gitu ya. Jadi sekarang kan
seakan-akan nih wah advokat Anda harus ngasih bantuan hukum gratis probono
bukan negara gitu loh. Kalau Anda enggak mau gratis Anda melanggar
undang-undang. Pemaksaan seperti itu di negara
komunis saja enggak
ada gitu ya. Masa
saya yang katakanlah saya dalam 6 bulan terakhir aja belum ada klien disuruh
saya memberikan bantuan hukum kan gimana kan enggak masuk akal ya kalau saya pergi ke pengadilan
kantor polisi saya kan perlu ongkos siapa yang bayar ongkos saya kan begitu nah karena dia ada orang miskin kan nah diperlukan maka negara yang harus hadir jadi harus dipisahkan kan gitu nah ini menunjukkan bahwa perancangan ini memang
enggak sungguh-sungguh melihat atau membaca dokumen-dokumen penelitian yang sudah ada di mana-mana itu.
Nah, dia mix up dengan probono. Probono memang di dalam kode etiknya ada kewajiban
moral untuk probono, menolong orang. Ya,
kesediaan untuk menolong orang. Menolong orang itu tidak berarti bantuan
hukum ya. itu beda probono.
Dua hal yang berbeda dan ini di dalam kode eitik namanya probono. Probono
itu adalah yang idealisasi itu profesi sehingga kemudian bisa disebut offisum nobile. Dia rela berkorban untuk orang gitu ya, tapi enggak
boleh dipaksa untuk berkorban untuk orang lain. Kalau konsep
ini dipaksa untuk berkorban untuk
orang lain. Itu namanya pemaksaan komunis
aja. Enggak begitu kan. Itu saya kira ya saya kira
clear ya. Jadi dikacaukan
probono dengan bantuan hukum itu dua hal yang berbeda. Jadi bantuan hukum harus kepada
negara. Negara bisa aja membayar advokat. Itu yang terjadi kan. Iya. Dana kan sudah dialokasikan
kalau enggak salah 5 juta satu perkara dan itu pun enggak cukup saya
kira ya. Jadi disalurkan melalui kantor-kantor LBH ya. Dia diakreditasi oleh
apa BPHN sekarang ini baru nanti disalurkan
yang 5 juta itu enggak cukup juga ya. Makanya tersendiri
itu dibicarakan di sana. Memang ada yang mengkritik begini, "Loh, gimana dong kalau kampus
kan gitu ya nanti kan akan memberikan bantuan hukum padahal dia bukan
advokat." Nah, itu saya kira itu bukan isu ya kan? Itu kan bukan isu. Karena kalau advokat
itu suatu kualifikasi bahwa Anda profesional artinya Anda memenuhi syarat-syarat. Jadi kan sekarang ini advokat itu kan sarjana hukum atau pendidikan tinggi hukum
kemudian PKPA ujian kemudian magang 2 tahun. Jadi kalau lihat prasyarat ini dilakukan
secara konsisten sebenarnya advokat
itu mestinya qualified profesional kan istilahnya ya. Walaupun ada yang
mengkritik saya lihat karena dia enggak paham untuk menjadi advokat
itu lebih gampang untuk menjadi penyidik dan menjadi jaksa. Saya kira salah.
Salah. Kalau dia dari konsepnya
coba sekarang kan setelah lulus sarjana kemudian
mengikuti PKPA itu programnya itu sudah ada kurikulumnya sudah ada
pendidikan khusus profesi advokat.
Pendidikan khusus profesi setelah
itu upa ujian profesi
advokat dan magang
2 tahun berturut-turut ya pada
senior ya kan. Itu juga
yang dilakukan untuk jadi calon hakim kan gitu ya. Juga saya kira jaksa juga begitu ya. Jadi
saya kira enggak ada yang lebih kurang kan gitu. Tapi ada yang mengatakan, "Oh, lebih gampang untuk menjadi advokat." Mungkin
yang dibicarakan adalah ada
organisasi tertentu yang gampang untuk memberikan
orang menjadi advokat.
Wina: Ada tuh ya, Bung Luhut ada yang
bilang begitu.
Luhut: Bahkan ada yang bergurau
begini, ada satu organisasi advokat yang
ujian 10 yang lulus 12 orang katanya kan gitu. Karena yang datang
itu pejabat. Tolong saya dikasih advokat.
Saya pernah dengarkan
itu ada jenderal enggak saya sebutkanlah polisi atau
tentara. Nah, karena dia sudah
pensiun ada temannya lagi berperkara di Tipikor waktu itu. Tolong dong saya dikasih
kartu kan gitu. Dikasih oleh organisasi tertentu
dia kartu. Nah, itu kasus kalau istilah mereka itu oknum kan begitu. Jadi jangan digeneralisasi kan gitu.
Memang 50 Organisasi advokat
sekarang itulah sebabnya
peradi yang saya pimpin datang dengan
konsep standar profesi yang tunggal.
Lebih konkretnya lagi Dewan Kehormatan Pusat yang satu supaya putusannya kalau ada yang melanggar itu
berlaku untuk semua organisasi ini. Terus kayak di pers boleh banyak organisasinya tapi
keputusan dewan pers harus diikutin. Jadi enggak enggak salah kita sama tetangga kita berguru kan gitu. Dewan pers itu betul standar profesinya
di dewan pers kan gitu sama.
Karena masing-masing itu sudah punya Dewan Kehormatan Pusat. Tapi sudahlah saya masih belum terwujud, tapi
saya terus enggak apa enggak lelah terus untuk menyuarakan itu. Jadi dengan
kata lain itu ada organisasi yang begitu tapi jangan digeneralisasi.
Wina: Nah, Bung Luhut nih masih soal
advokat juga ya kan. Apakah sekarang ini kalau dilihat karena peraturannya atau
operasionalnya ketentuan operasional yang kurang terhadap advokat sehingga advokat ini kesannya bukan adu argumentasi yuridis bisa dia menang tapi lebih kepada apa namanya ya kasarnya calo aja tak heranlah bisa advokat kalau dulu ngasihnya cuman
berapa ratus juta sekarang 60 miliar gitu ya luar biasa.
Sehingga banyak kita dengar ada keluhan dari klien kan udah uang gua diambil ini ini tapi pelayanannya kurang bahkan ada penggelapan oleh Advokat ini bagaimana apa yang
sebenarnya terjadi?
Luhut==================================Itulah sebabnya ya saya sangat gembira
ketika perancang ee RUU
hukum acara pidana ini yang kita sebut dengan KOAP ini akan memperhatikan konvensi
internasional yang sudah diratifikasi
antara lain UNCSC United Nation Against Corruption yang sudah menjadi
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. H tinggalkan pertanyaannya sekarang bagaimana mengartikulasikan, mengimplementasikan
di dalam pasal pasal ya di dalam pasal-pasal ee hukum acara pidana ini
enggak ada yang ee enggak ada
yang menjawab tapi kita sudah menjawab. Mudah-mudahan didengarkan itu
pertanyaannya yaitu kekuasaan yang absolut, korupsi absolut. Hm. Kalau
misalnya penyidik lebih banyak diskresi untuk menetapkan yang berkaitan dengan ee upaya paksa, maka semakin
besar kemungkinannya dia korupsi. Sehingga
apa solusinya? Check and
balances, yaitu upaya paksa tunduk pada judicial scrutining. Jadi misalnya di dalam
ketentuan umum didefinisikan tentang penyidikan. He. Penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik mengumpulkan bukti, membuat semakin terang tentang tindak pidana
guna menemukan tersangkanya. Ini frasa guna menemukan tersangkanya ini bisa trap nih. Hm. Bisa trap nih.
Seolah-olah penyidikan itu harus ada tersangka. Salah. Oleh karena itu kita ee itu supaya
dirubah ya. supaya dirubah. Karena setelah jadi tersangka tinggal pasalnya. Makanya kan ee banyak bicara itu ee apa Profesor Mahmud diperdagangkan pasalnya,
diambil aja pasal yang ancaman hukumannya
boleh ditahan, maka kamu akan saya tahan, kan gitu. Korupsi
kan. Nah, andai ee kalau diterima konsep yang kita usulkan bahwa ini saya sudah dua alat bukti untuk dasar menatapkan
tersangka, tapi harus diceck and balances di di pengadilan. H
dan diberikan kesempatan tersangka itu bicara itu di sana. Nah, itu baru benar. Benar dalam arti anti korupsi. Benar-benar UNCS itu diterapkan. Ini jangan cuma dicantumkan
karena KUAP dulu
euforia karena cuma dicantumkan cuma 5 tahun sudah tidak lagi bilang dia masterpiece. Nah, ini juga akan sama. Bukan lagi karya agung itu kan dibilang
karya agung karena HAMnya kan disebut ICCPR tapi enggak
jalan. Misalnya peradilan maksudnya habispus
itu tidak dilaksanakan begitu cuma administratif doang kan gitu dan posaktum jadi enggak jalan. Nah, apakah kita mau mengulangi
hal yang serupa? Jadi janji kan bahwa akan digunakan ICCPR anti penyiksaan ya. Kemudian dengan UNCI ini maka dicek di dalam pasalnya
apakah sudah dilaksanakan atau
tidak. Menurut saya belum. He. Itulah sebabnya langsung kita buat dim dan dimnya ini nanti akan berkembang yang kita
buat itu ya. Karena kan masih ada waktu mudah-mudahan masih ada cukup telinga yang mau mendengar,
masih cukup pikiran yang mau ee berdiskusi, dan cukup ada hati nurani kan yang kemudian
mau menerimanya. Ya, kita berharap itu. Nah, kalau usulan-usulan
Anda itu Bung Luhut diterima
kira-kira kehidupan advokat
akan berubah apa enggak?
kehidupan advokat akan berubah, yaitu advokat itu tidak dilihat dari seberapa banyak
kamu punya duit, hm, seberapa
banyak kamu punya pacar gitu, seberapa banyak kamu punya satu harta kekayaan
lah. I sehingga tidak misalnya tanya siapa kita lebih kaya kan
gitu ya. Jadi enggak enggak begitu nora banget artinya.
Tapi advokat itu yang disebut officium Nobile itu artinya dia semakin tinggi kesediaannya
untuk berkorban untuk orang lain. Bukan gimik gitu ya, bukan untuk untuk konten kan gitu ya. Tapi betul-betul menolong
orang. Makanya ada istilah opisum Nobila itu dalam konteks yang begitu. Jadi kita terhormat terhormat tidak
sekedar terhormat mulia. mulia karena
dia rela berkorban
untuk orang lain. Seperti Pak Yap itu itu Musid Nobile dia di
penjara karena dia mengatakan eh
polisi jaksa itu memeras. H kan itu kan dia omongannya dia kan itu memeras. Akhirnya
dia masuk penjara
dan ternyata betul ya
pertama apa yang disampaikan itu
adalah masih dalam proporsionalitas pembelaan dan itu
imun dia terhadap itu karena memang ternyata ada pemerasan menggunakan kekuasaan
dalam kasus yang lagi
dibelanya kan gitu. He. Nah, itulah sebabnya kata-kata IAPI itu selalu mengatakan begini, "Kalau Anda ingin mau menang perkara, jangan datang ke saya." Hm. Jadi, kalau ada advokat yang bilang, "Saya bisa memenangkan kamu," itu sudah pasti mafia, Pak. Karena dan tidak boleh ya itu dalam kode etika vokal dan enggak boleh. Makanya enggak boleh tapi kan kenyataannya itu kan ada. Iya. Iya. Sebab dia bukan memutuskan kok dia bisa bilang memenangkan kan gitu. Akhirnya kan dia jadi beli
kan itu kan. Iya. Tapi kalau Anda memperjuangkan kebenaran sampai masuk penjara pun
saya akan lakukan.
Dan itu yang terjadi. Jadi bukan untuk
memenangkan, tapi membela kebenaran. Nah, itu yang dilakukan oleh advokat. Jadi harapan kita adalah nanti advokat
seperti Yapyap ya yang seperti ini adalah dia membela kebenaran bukan
membela kemenangan.
Kemenangan itu memang dengan
sendirinya akan terjadi kalau memang sudah bisa dibangun kebenaran
atau bisa dibuktikan kebenaran. Kan dengan sendirinya akan ee apa ee apa kemenangan
itu akan terjadi dalam arti keadilan kan begitu..
0 Komentar