Teks Wawancara
Oleh: Dr. LUHUT MP PANGARIBUAN
SH LLM
Sebagai Narasumber.
Pada Podcast SEMBILAN
Dengan Pewawancara:
WINA
ARMADA SUKARDI SH
-----------------------------------------
Tinggal kita ikuti sistem Amerika atau Skandinavia, maka kita
enggak perlukan lagi jumlah hakim agung sampai 60 atau mungkin 100. Dan usianya
sekarang sudah 70 sudah naik.
Ada juga yang mengusulkan 75 kan sekarang karena memang
enggak selesai-selesai dan tidak akan pernah selesai ya itu di sana. Nah, jadi
ini konseptual dan konstitusional.
Jadi menurut saya kita ujuk-ujuk gitu ya. Ini mirip seperti
dulu hakim wasmat, pengawas dan pengamat itu dulu kan ada makanya ada istilah
criminal justice system karena hakim tidak saja memutuskan tapi juga mengamati
bagaimana hukuman penjara tapi kan enggak jalan enggak jalan jadi nah tapi
mungkin kalau ini akan jalan karena kekuasaan kan sudahlah saya damaikan aja
kan begitu karena praktiknya nanti akan bisa seperti itu.
Wina Armada Sukardi bertanya:
Nah, kita sudah banyak bicara soal advokat. Kita mungkin
beralih ke tema yang lain yang masih juga seputar KUHAP. Anda juga mengusulkan
sesuatu yang bisa dianggap kontroversial misalnya itu kalau nanti satu perkara
sudah divonis, Anda cuma membatasi kepada banding saja ya, tapi tidak kepada kasasi
nanti.
Luhtu MP Pangaribuan menjawab:
Artinya pengadilan tinggi dia yuridis apa kepada faktumnya
aja ya. Kemudian kalau di luar itu ada hal-hal istimewa baru bisa kasasi ya yudek
yuridis dia. Nah, padahal sekarang kasasi apa kasasi aja bisa dua kali gitu ya,
PK PK bisa dua kali.
Kenapa nih? Anda cuma membatasi apa pada kas banding saja. Setelah
banding kalau enggak ada yang istimewa selesai sudah kecuali ada hal-hal
istimewa prinsip hukum dan sebagainya baru yuridisnya kalau
tadi yudek faksinya di makhamah agung sebenarnya ini bukan hal baru tapi enggak
ada yang memperhatikan itu yang pertama, yang kedua yang kita bicarakan ini dalam
konteks RUU hukum acara pidana yang kita katakan tadi kita lagi akan membangun rumah
baru.
Bangun rumah baru sehingga kita harus atur ruangan tamu,
ruangan apa gitu. Nanti pakai macam-macamlah. Jadi dengan kata lain kita harus
kritisi ya. Dan yang ketiga apa yang saya katakan ini
tidak baru. Misalnya
tentang yudek faksi yudek yuris. Iya, dari dulu kita diajarkan itu PN PT Yurek
fakti, Mahkamah Agung yudek yuris. Coba kita lihat sekarang yang kasasi dan yang
diputuskan oleh Mahkamah Agung yurek fakti dan yurek yuris pada saat yang sama.
Itulah sebabnya hakim di Indonesia itu boleh 60 orang hakim agung.
Amerika cuma Skandinavia cuma 12 dan di negara-negara lain
juga sedikit.
Nah, memang 60 aja menurut saya kurang itu di Makamah Agung
kalau lihat apa namanya?
Karena semua bisa kasasi ke Makamah Agung. 100 saja mungkin
enggak cukup.
Nah, misalnya ini satu ilustrasi. Saya pernah berbicara
dengan Hakim Agung itu sudah lama ya. Karena ada kegiatan ilmiah kemudian saya
bertemu dia bilang dia mau ke Amerika. Dan mereka dari Amerika terus ke Amerika
Latin. Jadi lama mungkin hampir sebulan kalau enggak salah . Mereka bukannya
perkara ini di apa namanya banyak gitu kok mesti ada waktu jalan-jalan. Dia
bilang saya sudah selesai kan gitu. Sudah selesai. Jadi dia menjelaskan itu
satu hari bisa dia putuskan 30 perkara.
Jadi kita enggak usah bahas ya. Kalau 30 perkara dengan
berkas yang panjang apa yang dia lakukan? Jadi jangan-jangan nyontreng karena
ada namanya advis blood kan ya. Tolak gitu kan. Itu kan no tolak kabul kan ya.
Jangankan 30 50 juga bisa. Iya. Nah, itulah sebabnya maka sampai sekarang saya
lihat penulis-penulis anotasi penulis di Indonesia putusan-putusan Mahkamah
Agung yang stairis kayak di Amerika atau Eropa itu kan enggak terjadi. Jadi konsep yudex fakti ini harus
kemudian kita rekonstruksi ini kembali.
Itulah sebabnya kita mengusulkan perkara itu sampai dengan di
pengadilan tinggi final. Ya, final artinya diputus pengadilan negeri dia masih
ada banding satu kali ke pengadilan tinggi gitu.
Iya dong. Itu hak asasi kan apil kan gitu bahwa nanti
pengadilan tinggi istilahnya denovo jadi boleh diulang lagi itu bisa diatur
kalau mau buat. Tapi kalau dari sisi HAM ICCPR itu yang penting ada apil bukan
berulang, sekali aja sudah more than enough.
Wina: Nah, pertanyaannya kemudian begini. Kalau begitu
Mahkamah Agung ngapain?
Luhut: Iya. Istilahnya kasasi. Kasasi itu bahasa Perancis
bukan bahasa Inggris. Kasasi itu bukan sama dengan apil. Kalau di Amerika
enggak ada kasasi. Makanya disebut to the Supreme Court. Ya, disebut enggak ada
casation to the Supreme Court.
Kasasi itu, konsep hukum. Artinya apa? Konsep hukum kalau
secara harafiah adalah to squash. Jadi mencampakkan putusan yang tidak mengarah
kepada kesatuan hukum. Nah, makanya persatuan Pancasila itu cocok di sini. Nah,
dicampakkan
gitu karena harus apa namanya? Kesatuan hukum di Republik
Indonesia itu kan satu.
Nah, kalau ada perkara yang berhubungan dengan itu, kalau di
Skandinavia istilahnya live system. Jadi, Mahkamah Agung di Skandinavia itu
nanti melihat perkara jadi wewenangnya dia.
Potensial untuk yurispruden baru diambil. Jadi, inisiatifnya
baru kemudian dan itu akan menjadi jurisprudensi dan nanti DPR harus buat
undang-undang ya. Makanya DPR dengan Mahkamah Agung itu seperti law firm ya,
senior partner itu DPR, junior partner itu Mahkamah dalam pembentukan hukum.
Karena itu kan jadi nanti di sana fungsi
dari jurisprudence di Amerika itu certificate of theory.
Jadi dari sembilan itu harus lima mengatakan yes ini wewenang
dari Mahkamah Agung. Nah, itu kan menjadi hukum itu di sana lah. Kalau di kita
ya betul ada pembatasan kasasi di dalam undang-undang
tapi kalau ancaman apa sekian jumlahnya sekian menurut saya
belum cukup. Jadi harus dikatakan bahwa terakhir di pengadilan tinggi kecuali
nanti yang menjadi yurisprudensi, tinggal kita ikuti sistem Amerika atau
Skandinavia. Maka kita enggak perlukan lagi jumlah hakim agung sampai 60 atau
mungkin 100. Dan usianya sekarang sudah 70 sudah naik.
Ada juga yang mengusulkan 75 kan sekarang karena memang
enggak selesai-selesai dan tidak akan pernah selesai ya itu di sana. Nah, jadi
ini konseptual ya dan konstitusional.
Nah, tinggal sekarang mau menerima apa enggak karena di sini
ada vested interest, ada kepentingan-kepentingan yang lebih besar. Nah, dan ini
orisinal dari kita ide ini.
Nah, apakah kemudian Komisi 3 yang akan memutuskan itu di
sana yang sudah bergelar profesor doktor mau menerima? Mudah-mudahan ya. Latar
belakangnya sebenarnya apa ya? Apakah karena terlalu banyak ke Mahkamah Agung
atau memang cukup dengan pengadilan? Jadi setelah hak-hak dia untuk apil di
pengadilan tinggi terpenuhi gitu.
Karena kan kalau kita lihat di Indonesia ini masih banyak
korup, masih apa sampai tingkat-tingkat tertentu mungkin banyak faktor-faktor
sebenarnya ya ee misalnya asas peradilan cepat, mudah, dan sederhana.
Yang kedua sekarang hukum yang hidup berkembang di
masyarakat. Kan pengadilan tinggi itu kan lebih dekat kan ke kepada kasus itu
ya. Dan ada lagi yang agak memprihatinkan dan itu sudah menjadi pembicaraan di
mana-mana.
Nah, pengadilan tinggi itu pertimbangannya biasanya hanya dua
kalimat atau dua tiga kalimat bahwa pengadilan tinggi sudah merasa cukup dengan pengadil pertama dan mengambil
pertimbangan sendiri yaitu kemudian setuju dengan artinya tidak dimaksimalisasi,
tidak dimaksimalisasi.
Itulah sebabnya ada kemungkinan nanti hukum acaranya diganti
di sana menjadi free trial namanya.
Sama seperti di pengadilan negeri itu bisa juga. Kalau
sekarang kan hanya berkas kan itu diulang dan itu kadang-kadang sekarang banyak
hakim mungkin berpendapat kalau di pengadilan tinggi
kantor pos aja cap lewat pasti dia kasasi naik gitu. Udah
sudah sering dengar kan itu artinya itu merupakan kritik terhadap peranan yang
diberikan kepada pengadilan.
Kenapa tidak dimaksimalisasi? Apalagi misalnya kita sekarang
ini misalnya di pengadilan perdata itu ada wajib mediasi. Itu kan sudah satu
tahap. Nah, sekarang di dalam RUU KUHAP ada restorative justice. Jadi dengan kata
lain biarlah sekarang ini simbol kesatuan hukum Republik Indonesia dan kita kan
bineka tunggal ika nih. Jadi supaya tetap IKA biarlah Mahkamah Agung diarahkan
ke sana kalau menurut saya.
Jadi jangan lagi dia menjadi fakti juga sekaligus menaikkan menurunkan hukuman. Itu fakti kan bukan
yuris itu menurut saya, walaupun ada pedoman pemidanaan ya naik-naikan itu jadi
saya kira itu tetap fakti bukan yuris.
Wina: Oh begitu ya. Nah, ini kan kasus kalau kita lihat dalam
mekanismenya kadang-kadang bukan hanya sampai pengadilan, tapi antara aparat
sendiri apa satu kesatuannya belum jelas gitu. Misalnya antara jaksa dengan
polisi sekarang kan P19 sampai 21 kalau petunjuk jaksa tidak diikuti oleh
polisi dalam kasus pagar laut misalnya itu kan jelas gitu kok. Jaksa bilang ini
ada korupsinya polisi bilang enggak ada. akhirnya perkaranya tidak tertangani ya
terdakwa tersangkanya ya bebas juga demi hukum karena waktunya lewat dan ini bisa
banyak terjadi nanti dalam KUHAP yang baru. Bagaimana Anda melihat pengaturan soal
ini?
Luhut: Ya. Itulah sebabnya tadi saya berbicara mengenai
terpadu itu kata terpadu itu. Nah, kalau dulu kan sejarahnya yang disebut
dengan konsep diferensiasi fungsional. Jadi fungsi-fungsi itu dibeda-bedakan.
Iya. dihubungkan satu jembatan namanya para penuntutan. Makanya bolak-balik
perkara ya. Tapi orang tidak lagi bicara itu bicara mengenai peradilan yang
terpadu, pertanyaannya yang terpadu seperti apa kan gitu ya. Ya, terpadu
seperti apa? Makanya saya datang dengan judul cipta keadilan. Jadi kalau dia
komit pada cipta keadilan yaitu to be more bukan to have more, maka saya kira
dia enggak akan keberatan dengan RUU tentang cipta keadilan kan gitu.
Tapi dia kalau tentang to have more, maka dia pasti hukum
acara pidana prosedural. Nah, secara prosedur saya yang berwenang, kamu enggak berwenang,
kan gitu.
Kamu setelah saya limpahkan baru kamu nanti bicara setelah
selanjutnya terserah Anda. Kan nanti akan begitu kan caranya. Nah, itu sudah
terjadi sekarang seperti dan sudah terjadi dan itu yang mau diperbaiki katanya.
Makanya di dalam konsep ini menurut DPR memperbaiki, membuat lebih baik gitu
ya, mengatur kembali kata-kata itu.
Jadi membuat lebih baik. Nah, sekarang kalau keterpaduan itu
belum diterjemahkan dengan baik dengan belajar pengalaman yang lalu maka akan
terulang lagi atau jangan-jangan nanti bisa lebih buruk kan gitu.
Jadi yang dimaksudkan terpadu itu ya apa kan gitu.. Apakah
termasuk juga metodenya, substansinya,
bangunannya.
Nah, itu yang perlu dan belum ada yang jawab. Kalau mau
menjawab benar-benar menjawab secara yuridis konstitusional, maka itu pasal 24
Undang-Undang Dasar 45 yang mengatur fungsi lain yang berkaitan dengan
kekuasaan kehakiman dan kemudian Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Undang No. 48
Tahun 2009. Maka keterpaduan dalam arti yang begitu di dalam satu
undang-undang. Tapi saya ada kesan tadi saya menyebut Makna Carta.
Jadi kebetulan saya baca itu dengan baik ada 37 pasal antara penguasa dengan
rakyat dibantu oleh advokat kan waktu itu. Jadi kekuasaannya itu setuju
dikurangi kekuasaan kekuasaan raja landlord dan segala macam dulu itu. Kan itu
makna carta itu kan piagam hak asasi yang tertulis pertama di dunia 1215. Makanya
kita masih mengenal model crime control model, itu sebenarnya dari sana itu
sudah dibicarakan dulu. Jadi enggak boleh semena-mena tuan tanah itu merampas
tanah orang dan mengatakan itu tanahnya tanpa ada satu proses kan gitu.
Ada piagam makna disebutkan. Jadi dengan kata lain namanya pembatasan
kekuasaan. Katakanlah misalnya kekuasaan itu 1 sampai dengan 10. Nah, skala 1
sampai 10 kekuasaan itu ditempatkan di angka berapa? Kalau dia tujuh berarti
berat kekuasaan kan gitu kan tergantung penguasa. Tapi kalau lima misalnya ya
tentang HAM dengan kekuasaan itu balance misalnya kalau dibikin skala
yang disederhanakan. Jadi menurut saya analogi jadi enggak
selesai itu tentang sekarang Makna carta sebab kewenangan oleh penyidik,
kewenangan oleh penuntut umum.
Nah, advokat itu terjepit kan gitu. Nah, jadi celah-celahnya
di mana yang masih diberikan tadi yang kita bicarakan itu? Padahal mestinya enggak
begitu
adalah keterpaduan untuk menuju satu tujuan yang namanya
cipta keadilan.
Wina: Bung Luhut dalam konteks ini juga RU KUHAP kita ini
menginginkan polisi mungkin bukan satu-satunya sebagai penyidik, tapi sebagai
penyidik utama ya. Padahal kita tahu begitu luas bidangnya korupsi misalnya
selama ini tidak dianggap polisi tidak menguasai secara detail mengenai
korupsi. Nanti ada di laut, di bea cukai, pajak. Nah, bagaimana nanti posisi polisi sebagai penyidik
ini di dalam KUHAP ini dikaitkan dengan banyaknya penyidik-penyidik lain? Ke
arah mana sebaiknya diatur?
Luhut: Nampaknya masih mempertahankan konsep yang lama. Tetap
karena dia penyidik utama mengkoordinasi tentang PPNS itu penyidik pegawai
negeri sipil itu.
Padahal sebenarnya ini konteksnya adalah asas spesialitas
yang khusus mengenyampingkan yang umum. Karena di sini kan ada soal keahlian
kan gitu ya. Katakanlah mengenai OJK ya, mengenai otoritas jasa keuangan ya. Memang
dia sudah penyidik sekarang, tapi masih diinginkan harus tetap melalui
koordinat dikoordinasikan oleh polisi, tapi enggak bisa dia langsung kepada
kejaksaan dan kejaksaan bawa ke pengadilan. Jadi sebenarnya harus diberikan
otonomi yang penuh sesuai dengan asas
spesialitas yang khusus mengenyampingkan yang umum.
Karena di sini kan adalah soal keahlian yang sangat khusus.
Nah, tapi kalau pendekatannya itu adalah to have more bukan
to be more, maka akan tetap mempertahankan yang ada. Jadi kalau menurut saya
harus memberikan ruang, kita menganut asas yang khusus mengenyampingkan yang
umum.
Nah, jadi kalau di dalam konsep yang sekarang masih
mempertahankan bahwa tetap karena dia penyidik utama dia mengkoordinasikan tidak
memberikan kesempatan kepada yang punya kewenangan-kewenangan khusus itu
berdasarkan keahlian itu.
Wina: Kalau itu berarti harus mengubah banyak undang-undang
dong Bung Luhut.
Luhut: Kalau sekarang ini enggak karena KUHAP mengatakan
berkoordinasi dengan polisi dan undang-undang yang lain juga sektoral mengikuti
itu kan sekarang ini ya mengikuti itu.
Jadi misalnya Undang-Undang OJK itu tadinya kan menyidik itu
hanya OJK polisi enggak ikut kan direview di Mahkamah Konstitusi. Oh iya polisi
juga boleh kan gitu ya.
Nah yang seperti itu ya. Nah jadi dengan kata lain makanya
saya ilustrasikan mungkin tidak apple to apple itu makna carta itu
tarik-menarik antara kekuasaan dan hak, hak-hak yang lain ya, tapi berarti kan
sekarang nih banyak kejaksaan misalnya kan korupsi dia sebagai penyidik
korupsi.
Nah, tentu apalagi sebagai penuntut dia bisa langsung dong
kan tidak melalui polisi atau ada kekecualian kan itu ada kekecualian walaupun
itu juga dikritik, dia penyidik, dia penuntut umum juga. Jadi dengan kata lain
enggak ada check and balances-nya. Nah, itu juga dikritik tapi memang itu
konsep yang dianut sekarang.
Nah, makanya dulu KPK walaupun cara bangunnya kurang bagus
karena dibangun dari yang negatif. Tidak percaya polisi, tidak percaya jaksa, tidak percaya
hakim, ada KPK. Enggak pernah ada bisa konsep yang bagus begitu karena negative.
Mestinya harus positif.
Wina: Nah, kalau kita memang harus KUHAP duluan yang Anda
bilang Cipta Keadilan itu. Tapi kan draf Undang-Undang Kepolisian sudah ada
nih. Apakah ini nanti harus disesuaikan dengan KUHAP atau bagaimana? Anda baca
juga Undang-Undang Kepolisian itu juga intinya dari segi keterpaduan yang
disebutkan undang-undang itu kan enggak terpadu dong karena ada di mana-mana.
Simpel aja kan tanpa melihat isinya.
Luhut: Betul. Dan yang betul sebenarnya adalah semua
kewenangan yang berkaitan dengan peradilan itu ada di dalam satu undang-undang,
ada di dalam hukum acara pidana ini.
Kalau masing-masing punya undang-undang sektoral khusus yang
berkaitan dengan internalnya kenaikan pangkat, gaji boleh-boleh kan di situ ya
jumlah spesialis tadi jumlah polsek.
Nah, kejaksaan juga mestinya begitu. di sini jangan kemudian dirumuskan
misalnya contoh bukti permulaan diatur di sini diatur di sana diatur di
sana akhirnya kan kemudian ke sana kemari jadi kalau memang
ini sistem ya jadi masing-masing subsistem itu harus sepakat sebenarnya semua
kewenangan yang berkaitan dengan peradilan kan polisi salah satu penegak hukum itu
dimasukkan di sini kejaksaan sudah dengan sendirinya masuk di sini gitu advokat
masuk di sini nah itu baru yang namanya bisa kita melihat gitu ya keterpaduan
itu. Nah, tapi kalau misalnya dibicarakan juga RUU Polri, , RUU Kejaksaan, RUU Pemasyarakatan
RUU Advokat, ya sudah ke sana kemari jadinya. gitu ya.
Wina: Nah, kemudian tadi juga Bung Luhut menyinggung sedikit
sekali mengenai prapadilan di dalam KUHAP yang baru ini. Apakah ada perubahan
paradigma terhadap Prapadilan? Kalau sekarang nih kadang-kadang polisi juga kalau
menang cepatlah. Tapi kalau kalah kadang-kadang tunggu kami enggak bisa
melaksanakan dulu. Kami harus bongkar dulu putusannya sesuai apa enggak dan
sebagainya dan sebagainya.
Luhut: Belum ada perbaikan saya lihat ya, belum ada perbaikan
yang mendasar ya. Praperadilan ini kan sebenarnya kalau lihat sejarahnya habeas
corpus namanya. Jadi saya ingat dulu Greg Churcill membuat draft tentang bagaimana
habeas corpus di Amerika dan kemudian dipelajari oleh Bang Buyung dan kawan-kawan
waktu itu saya masih ikut-ikut junior lihat belum ikut itu kan tahun 80 ya
saya kan baru lulus tahun '81 ya jadi belum sarjana hukum
waktu itu. Jadi Greg Churchill artinya mau memasukkan Habeas Corpus yang juga
substansinya ada diatur dalam ICCPR, International Covenant on Civil and
Political Rights. Itu yang kemudian dia menjadi euforia itu kan ternyata begitu
dipraktikkan pra peradilan itu ternyata hanya administratif dan tidak efektif.
Nah, sekarang dimasukkan praradilan di dalam RUU hukum cara
pidana ini substansinya juga tetap sama. Nah, kalau setuju ya upaya paksa
tunduk pada judicial scrutiny dan itu masuk di dalam kewenangan para praperadilan,
maka mungkin dia akan berubah. Iya. Jadi dengan kata lain yang berkaitan dengan
upaya paksa itu tidak diskresioner, tapi adalah tunduk pada judicial scrutiny bersedia
enggak?
Kalau di RUU KUAP ini gimana? masih sama seperti masih yang
sama ada perubahan signifikan tidak ada yang perubahan yang signifikan. Padahal
sebenarnya preperadilan itu pertama dari istilah kalau disebut preradilan itu
sebelum pengadilan. Praperadilan itu seperti konsep arrangement atau bergaining
di Amerika sana ya seperti konsep itu. Makanya kalau diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris praperadilan bukan free trial. Karena bisa nanti mix up dengan
yang sana. Tapi habeas corpus itu terjemahannya habeas corpus. Tapi bukan itu
isinya. Bukan itu isinya. Administrasi kalau administrasi aja dan itu posfaktum
kan begitu ya. Makanya kemudian enggak efektif kan mungkin yang menang praperadilan
itu hanya satu dua dan itu orang besar kan gitu kan.
Wina: Baik Bung Laut. Sebenarnya masih banyak pertanyaan,
tapi yang terakhir karena Anda sibuk juga satu pertanyaan terakhir mengenai
tadi apa perdamaian restorative justice ini kan bisa memberikan arti yang
sangat luas gitu ya. Nah, sebenarnya misalnya siapa yang berinisiatif untuk
memberikan restorative justice, apakah penyidiknya, polisinya, para pihak gitu
kan. Ini bagai dan bagaimana di pengaturan RUU KUHAP ini?
Luhut: Itu memang menjadi isu. Kalau lihat restorative
justice di rancangan sekarang ini bisa dalam tahap penyelidikan, penyidikan,
penuntutan dan di pengadilan ya. Dan kalau lihat di dalam RUU KUHAP atau hukum
acara pidana sekarang itu langsung mekanisme. Jadi jawaban atas pertanyaannya
Bung Wina tadi belum jawab, ini apa sih? Binatang apa sih? Kan gitu. Nah, jadi
langsung mekanisme. Jadi walaupun ada perdebatan memang PBB sudah mengeluarkan
pada tahun 2000 yaitu tentang prinsip-prinsip namanya restorative justice. Tapi
kalau lihat itu beda dalam sistem peradilan pidana itu enggak sama. Nah, kalau ini
sama dengan penghentian perkara walaupun ada yang mengatakan begitu ya.
Pertanyaannya sekarang, apakah pidana boleh di didamaikan?
Simpel aja kan. Kita kan masih menganut itu kan. Jadi dengan kata lain,
pertanyaan basic yang seperti ini dituntaskan dulu. Jadi jangan langsung
mekanisme kan ibaratnya mekanisme itu kan mesin.
Nah, ini mesin yang kita bangun ini turbo, mesin balap atau
apa kan itu harus di itu dong ditentukan dulu baru mekanismenya kan subsistem
bekerja. Tapi coba aja langsung karena memang sebelumnya sudah dipraktikkan ada
diatur di Perpol Perja ya dan kemudian di Mahkamah Agung bukan perma tapi
diatur dalam Dirjen Dilkum ya kalau enggak salah ya. Jadi menurut saya kita ujuk-ujuk
gitu ya ini mirip seperti dulu hakim wasmat, pengawas dan pengamat itu dulu kan
ada makanya ada istilah criminal justice system karena hakim tidak saja
memutuskan tapi juga mengamati bagaimana hukuman penjara tapi kan enggak jalan.
Iya enggak jalan. Jadi, nah tapi mungkin kalau ini akan jalan karena kekuasaan ya
sudahlah saya damaikan aja kan begitu karena praktiknya nanti akan bisa seperti
itu. Jadi menurut saya ditentukan dulu apa namanya prinsip dasarnya baru
kemudian mekanismenya bahwa yang Namanya perdamaian atau restorasi tentu itu
positif. Tapi kalau itu misalnya adalah terlalu ekstrem kalau saya mengatakan
ya harimau berbulu domba berbulu domba musang musang. Musang berbulu domba.
Apa sebaliknya ya? Atau
musang berbulu domba. Benar. Oh benar ya. Jadi kelihatan bagus katanya. Enggak enggak
bagus kan gitu ya. ternyata kemudian nanti malah jadi persoalan demi persoalanya.
He. Nah, memang sekarang waktunya mengkritisi ya. Jadi apa yang kita sampaikan
ini
adalah kritisi supaya lebih baik. Jadi bangunan ini artinya
KUHAP ini yang baru ini tidak hanya 44 tahun seperti KUHAP sekarang, kalau bisa
100 tahun seperti KUHP Belanda kan gitu ya bisa bertahan padahal bukan buatan
kita bisa 100 tahun ya. Ya kalau bisa ini bisa 100 tahun. Nah, oleh karena itu
betul-betul kita lihat pondasinya sudah
betul tiangnya terus ke lokasi ininya pengaturan flow dan seterusnya
gentengnya, catnya dan sebagainya ya.
Detail-detailnya kan begitu. Nah, kira-kira begitu. Jadi kita
sebagai advokat ya, sebagai PERADIa terus mendorong ini. Kita sudah sampaikan
secara tertulis baik hard copy maupun soft copy-nya. Mudah-mudahan didengar.
Nanti kita akan lakukan yang sama juga ke DPR karena kan pemerintahan dan DPR
kan yang akan memutuskan kan ya. Dan saya kira karena KUHAP ini adalah untuk
memanusiakan manusia kan kita katakan maka karena mereka juga manusia sama
seperti kita mungkin akan setuju atau sependapat saya kira begitu.
Wina: Oke Bung Luhut terima kasih atas keterangannya. Mudah-mudahan kita menghasilkan KUHAP yang walaupun tarik-menarik antara politik dan hukum itu kuat, tapi the best buat masyarakat, buat lebih memanusiakan manusia istilah Anda.
Wina: Sekali lagi terima kasih. Sehat selalu bung Luhut. Demikian dialog kami dengan Luhut Pangaribuan, seorang pakar hukum pidana dan ketua PERADI. Dan tentu tidak saya simpulkan karena Anda semua sudah dapat menyimpulkan. Dan seperti biasa sebelum diakhiri kami mengingatkan tegakkan hukum, berikan keadilan. Sampai jumpa pada episode yang akan datang. Terima kasih. ***
0 Komentar